Anggota DPRD Badung Graha Wicaksana Dukung Upaya Revisi UU No.1 Tahun 2022
- 12 Januari 2024
- Info & Peristiwa
- Badung
Badung, PorosBali.com- Anggota Komisi III DPRD Badung, Nyoman Graha Wicaksana angkat bicar terkait tingginya pajak spa di Bali karena dimasukkan dalam kategori pajak hiburan sebesar 40 persen yang menyebabkan pelaku usaha spa menjerit dan memunculkan keluhan dan penolakan. Menurut mantan Ketua Pansus Pajak dan Retribusi Daerah DPRD Badung ini pertimbangannya adalah banyak layanan spa tidak masuk kategori hiburan tetapi masuk kategori terapi atau kesehatan. Di antaranya, yoga, pijat refleksi, pijat kesehatan dan sebagainya. Selain itu, usaha spa baru saja mulai berbenah pascacovid sudah langsung dihadapkan dengan pajak tinggi. Satu lagi, pajak di negara tetangga seperti Thailand jauh di bawah dan jika ini dipaksakan, tentu saja dapat mengancam sektor pariwisata.
Graha Wicaksana mendukung langkah-langkah progresif yang dilakukan oleh pemerintah daerah maupun pemerintah provinsi. Hal ini menyangkut kredibelitas pariwisata Bali. Pajak dan retribusi daerah yang diterapkan di Badung dan kabupaten kota lainnya, ujarnya, mengikuti aturan perundang-undangan yang ada di atasnya yaitu UU No.1 tahun 2022 tentang hubungan keuangan pemerintah pusat dan daerah.
“Di sini memang diatur secara rigid dan saya rasa UU No.1 tahun 2022 ini, satu-satunya UU yang sangat detail. Sangat rigid menjelaskan pajak hiburan harus sekian persen, pajak parkir harus sekian persen. Dengan begitu, kami di daerah tidak bisa berkreasi karena sudah dipatok dengan aturan yang sudah ditetapkan,” tegas politisi PDI Perjuangan Dapil Kuta tersebut.
Untuk langkah ke depan, ungkapnya, pihaknya sangat bersimpati dan berharap kawan-kawan seperjuangan di DPR RI maupun komunitas-komunitas pariwisata agar bisa melakukan langkah-langkah penyelamatan. “Kalau kita tidak melakukan ini, pariwisata Bali akan ditinggalkan. Kita lihat di negara lain seperti Thailand, kita akan sangat jauh karena mereka menerapkan aturan pajak yang sangat rendah,” ungkap Nyoman Graha Wicaksana.
Graha Wicaksana yang kembali maju di perhelatan pemilu legislatif dari PDI Perjuangan nomor urut 1 dari Dapil Kuta tersebut menyatakan, jika dilihat spa merupakan salah satu produk pariwisata yang menjadi andalan pariwisata dan sudah sangat terkenal kearifan lokalnya. Salah satunya adalah Balinese massage, itu sangat terkenal. Ini sangat digandrungi oleh wisatawan mancanegara. Ada juga totok massage yang memang itu adalah merupakan kearifan lokal yang digandrungi kalangan wisatawan.
Ini, ungkapnya, patut dilestarikan apalagi di Bali ada peraturan tentang produk-produk lokal yang sudah dibuatkan perdanya. Ini diperlukan kolaborasi antara pemda khususnya Pemprov Bali bersama anggota DPR RI yang merupakan perwakilan Bali untuk menyuarakan. Dengan begitu, nantinya peraturan ini bisa direvisi mungkin karena kita baru pulih dari bencana covid yang meluluhlantakkan perekonomian yang ada di Indonesia dan di Bali sehingga kita masih dalam tahap pemulihan. Seyogyanya aturan ini tidak diterapkan secara membabi buta seingga ada permakluman kalau memungkinkan adanya penangguhan terhadap UU ini.
Saat ditanya dalam jangka pendek apa memungkinkan untuk ditangguhkan atau tetap menunggu judisial review? Menurutnya, kalau kita ingin membatalkan atau menangguhkan UU ini ada tiga cara yaitu melalui revisi jalur parlemen, dan kedua, melalui judisial review. Ketiga, ada melalui pemerintah lewat Perpu atau Peraturan Pemerintah Pengganti UU. “Jadi ada 3 jalur dan memang itu perlu ada kesadaran dari masing-masing pimpinan baik dari legislatif maupun eksekutif. Kalau ini diterapkan secara membabi buta akan menghancurkan pariwisata Indonesia. Inilah saatnya kita melobi pemerintah pusat sehingga sedikit tidaknya aturan ini bisa direvisi,” tegasnya.
Bagaimana dengan peluang daerah membuat kebijakan yang tak sesuai UU seperti tidak mematok pajak hiburan 40 persen, Graha Wicaksana menegaskan, pihaknya sudah melakukan konsultasi ke Dirjen Keuangan Pemerintah Daerah Depdagri. Memang tidak ada celah untuk itu. Artinya ketentuan pajak ini harus dilaksanakan. “Sebelumnya Pansus Pajak dan Retribusi Daerah sudah melobi karena kami sudah menyadari hal ini terlalu tinggi. Apakah ada kita boleh melakukan sosialisasi terlebih dahulu, atau apa bisa daerah itu melakukan pengecualian, ternyata itu tak ada celahnya. Itu sudah diatur secara rigid di UU No.1 tahun 2022. (pbm2)
Komentar