Gairah Berbahasa Bali Mesti Diikuti Pemahaman Mengenai "Anggah-ungguh"
- 10 Desember 2023
- Pendidikan
- Denpasar
Denpasar, PorosBali.com- Gairah berbahasa Bali, termasuk di kalangan generasi muda kini semakin meningkat. Namun, hal itu belum disertai dengan pemahaman mengenai tata titi mabaos (tata aturan berbahasa) Bali, terutama anggah-ungguh basa (tingkatan tutur). Karena itu, perlu pembinaan yang intensif mengenai tata titi mabaos Bali dan anggah-ungguh basa Bali.
Pandangan disampaikan Guru Besar Bahasa dan Sastra Bali Universitas PGRI Mahadewa Indonesia (UPMI) Bali, Prof. Dr. Drs. I Nyoman Suwija, M.Hum., saat menjadi narasumber dalam Pelatihan Tuntunan Mabaos Bali bagi Kepala Lingkungan dan Kelian Banjar se-Kelurahan Penatih, di kantor Lurah Penatih, Minggu (10/12). Pelatihan ini merupakan kegiatan pengabdian kepada masyarakat (PkM) Program Studi Pendidikan Bahasa Indonesia dan Daerah (PBID), Fakultas Bahasa dan Seni (FBS), UPMI Bali serangkaian Kuliah Kerja Nyata (KKN) Tematik di Kelurahan Penatih.
“Selain karena adanya triwangsa, anggah-ungguh basa juga sebagai bentuk penghormatan bagi lawan bicara, baik karena usia yang lebih tua maupun karena kedudukannya dalam masyarakat. Karena itu, anggah-ungguh itu tetap penting dalam mabaos Bali,” kata Suwija.
Baca juga: Menteri PPPA RI Bintang Puspayoga Kunjungi Perpustakaan Kontainer Taman Janggan
Hal ini juga diakui Lurah Penatih, Wayan Murda saat membuka pelatihan. Menurutnya, keterampilan mabaos Bali sangat penting bagi masyarakat Bali, terutama saat upacara yadnya, seperti manusa yadnya atau pawiwahan.
“Penerapan aturan berbahasa Bali yang baik dan benar juga harus diperhatikan di kalangan pemuda atau remaja, karena banyak para pemuda yang belum paham akan aturan mabaos Bali,” kata Murda dalam pelatihan yang dipandu dosen PBID, FBS, UPMI Bali, Ida Ayu Agung Ekasriadi.
Dalam pengamatan Suwija, penggunaan bahasa Bali yang kurang sesuai tata titi serta anggah-ungguh basa Bali juga tercermin dalam lagu-lagu berbahasa Bali. Di sisi lain, Pemerintah Provinsi Bali memiliki komitmen kuat untuk melestarikan bahasa, aksara dan sastra Bali seperti tercermin dalam Peraturan Gubernur (Pergub) Bali Nomor 80 tahun 2018.
Selain komunikasi secara lisan, penggunaan bahasa Bali secara tulis baik juga masih memprihatinkan. Hal itu terlihat dari pesan pendek di ponsel, seperti whatsapp yang kerap diwarnai aneka singkatan. Misalnya, ucapan “Om Swastyastu” sering kali disingkat dengan singkatan “OSA”. Suwija menilai hal itu menunjukkan kurangnya kesadaran terhadap penggunaan bahasa Bali yang baik dan benar.
Suwija mengajak para tokoh dan pemimpin masyarakat menjadi contoh dalam penggunaan bahasa Bali yang baik dan benar. Karena itu, para tokoh dan pemimpin di masyarakat mesti terus meningkatkan keterampilan berbahasa Bali sesuai tata titi dan anggah-ungguh basa Bali. (*)
Komentar