Tegas! Majelis Desa Adat Larang Hare Krishna
- 06 Agustus 2020
- Info & Peristiwa
- Denpasar
Denpasar, PorosBali.com- Majelis Desa Adat (MDA) Provinsi Bali seusai melaksanakan Pasangkepan yang diperluas bersama seluruh Majelis Desa Adat Kabupaten/Kota se-Bali, Rabu (5/8/2020) bertempat di Sekretariat Majelis Desa Adat Provinsi Bali yang dipimpin langsung Bandesa Agung, Ida Panglingsir Agung Putra Sukahet didampingi Panyarikan Agung MDA Bali, I Ketut Sumarta, secara tegas mengeluarkan instruksi kepada seluruh desa adat di Bali untuk tidak mengizinkan sampradaya dan secara khusus Hare Krisna melaksanakan kegiatan ritualnya di setiap Pura, fasilitas Pedruwen Desa Adat dan/atau fasilitas umum yang ada di Wewidangan Desa Adat.
“Hal ini didasari oleh pelaksanaan ritualnya, bertentangan dengan Sukreta Tata Parahyangan, Awig-Awig, Pararem, dan/atau Dresta Desa Adat di Bali yang bernafaskan Hindu di Bali,” kata Ida Panglingsir Agung Putra Sukahet dalam keterangannya seusai Pasangkepan.
Ida Panglingsir Agung Putra Sukahet juga menegaskan, MDA sebagai Pasikian Desa Adat se-Bali setelah mencermati kondisi psikologis umat Hindu di Bali, akibat adanya berbagai aktivitas yang dilakukan oleh sampradaya perkumpulan International Society for Krishna Consciousness (ISKCON), melalui kegiatan-kegiatan Hare Krishna menyimpulkan bahwa Hare Krishna memiliki teologi yang sangat berbeda dengan ajaran Hindu sehingga tidak dapat dinyatakan sebagai bagian dari Agama Hindu apalagi Hindu dengan adat istiadat Bali.
Sesuai tindak lanjut atas kesimpulan tersebut, maka MDA Provinsi Bali sesuai kewenangan yang diberikan dalam Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 4 Tahun 2019 Tentang Desa Adat di Bali, Paruman Agung Desa Adat se-Bali Tahun 2019 dan Anggaran Dasar MDA Bali memberikan instruksi kepada seluruh desa adat di Bali untuk tidak mengijinkan kegiatan ritual agama Hindu oleh sampradaya yang tidak sejalan dengan Hindu Dresta Bali, termasuk Hare Krishna, yang bertentangan dengan Sukreta Tata Parahyangan, Awig-Awig, Perarem serta Dresta Desa Adat di seluruh desa adat di Bali.
Selanjutnya, instruksi yang diberikan adalah melarang semua aliran-aliran keagamaan Sampradaya yang tidak sejalan dengan ajaran Hindu Dresta Bali, termasuk Hare Krishna, apabila mereka berkeinginan untuk melaksanakan kegiatan di Pura/Kahyangan yang ada di di wewidangan desa adat di masing-masing desa adat di Bali.
“Pada poin ini, desa adat juga didorong berkoordinasi dengan pengempon Pura Dang Kahyangan atau Kahyangan Jagat di wewidangan desa adat masing-masing, untuk melarang kegiatan sebagaimana diatur pada poin kedua tersebut,” tegasnya.
Foto: Bandesa Agung, Ida Panglingsir Agung Putra Sukahet.
Secara khusus, desa adat juga diminta untuk mendata dan menginventarisasi keberadaan sampradaya yang tidak sejalan dengan ajaran agama Hindu (Hindu Bali) termasuk Hare Krishna, yang selanjutnya agar mengingatkan untuk tidak memanfaatkan Pura Kahyangan Desa, Dang Kahyangan, Kahyangan Jagat, fasilitas Padruwen Desa Adat dan fasilitas umum lainnya di wewidangan desa adat.
“Desa adat juga diarahkan untuk melaporkan keberadaan sampradaya dimaksud kepada MDA Provinsi Bali melalui MDA kabupaten/kota masing-masing yang selanjutnya secara bersama-sama memantau, mencegah dan melarang penyebaran ajaran sampradaya yang tidak sejalan dengan ajaran Hindu Dresta Bali termasuk Hare Krishna di wewidangan Desa Adat,” sebutnya.
Instruksi yang sudah berlaku sejak diambilnya keputusan dalam Pasangkepan tersebut, selanjutnya akan ditindaklanjuti oleh Bandesa Madya di seluruh kabupaten/kota untuk kemudian dilaksanakan di seluruh desa adat di Bali melalui Bandesa Adat dan Prajuru masing-masing.
Dalam keterangan penutupnya, Ida Panglingsir menegaskan instruksi yang dikeluarkan Majelis Desa Adat bertujuan untuk segera menyelesaikan silang pendapat yang terjadi di kalangan umat Hindu di Bali dan selanjutnya dengan keputusan yang diambil dalam Pasangkepan, bisa menjadi dasar bagi seluruh Bandesa Adat untuk bersikap dan bertindak. (pbm1)
Komentar