Lanang Umbara Dukung Penuh Bantuan Sosial Tunai Rp2 Juta per KK
- 27 Maret 2025
- Info & Peristiwa
- Badung

Badung, PorosBali.com- Bantuan sosial tunai Rp 2 juta per kepala keluarga (KK) bertujuan untuk menanggulangi inflasi daerah menjelang hari raya besar keagamaan. Karena itu, Wakil Ketua Komisi I DPRD Badung Gusti Lanang Umbara (GLU) menyatakan dukungan penuh terhadap program tersebut.
Saat ditemui di ruang kerjanya DPRD Badung, Kamis (27/3/2025), politisi PDI Perjuangan Dapil Petang tersebut mengungkapkan, ini merupakan program yang sangat baik yang dirancang dan dilaksanakan Bupati Wayan Adi Arnawa dan Wabup Bagus Alit Sucipta. “Kami di DPRD Badung sangat mendukung program ini,” tegasnya.
Dia menilai, program ini betul-betul bermanfaat untuk semua umat yang memang merupakan warga Badung. Selain untuk menanggulangi inflasi, bantuan ini juga sangat bermanfaat ketika mereka melakukan kegiatan hari raya yang sifatnya rutin dari tahun ke tahun.
Program ini, ujarnya, berimbas efek domino terhadap perputaran perekonomian. “Ketika warga mendapatkan bantuan ini, daya beli masyarakat akan meningkat. Daya beli yang meningkat dipastikan menjadi motor penggerak perekonomian. Semua mendapatkan multipliyer effect,” tegasnya.
Pada kesempatan tersebut, GLU juga melihat dan merasakan banyak warga (terutama yang berasal dari luar Badung, red) salah kaprah terkait bantuan ini. Mereka menganggap, Pemkab Badung memberikan bantuan kepada pendatang. “Bukan pendatang, kita memberikan bantuan kepada warga asli Badung yang sudah ber-KTP Badung. Sesuai dengan kriteria yang ada di dalam peraturan itu adalah warga Badung yang minimal sudah bertempat tinggal secara terus-menerus 5 tahun di Kabupaten Badung terlepas dari suku agama ras antargolongan apa pun. Yang penting ini adalah warga Badung,” ujarnya lagi.
Kenapa ada syarat domisili minimal 5 tahun? Ini untuk mengantisipasi terjadinya urbanisasi dari luar kabupaten berbondong-bondong datang ke Badung hanya untuk mendapatkan bantuan Rp 2 juta per KK.
Baca juga: Komisi IV DPRD Badung Raker dengan Dinas Kebudayaan, Evaluasi Festival Ogoh-ogoh
GLU pun menangkal isu yang mengatakan bahwa warga pendatang yang diberikan bantuan akan mudik, selanjutnya mereka akan kembali dan berbondong-bondong membawa serta anggota keluarganya yang lain. Dia mencontohkan, bantuan kepada umat Muslim di Desa Angantiga Petang. “Kemana mereka mudik? Orang rumah mereka di desa itu. Dari lahir, hidup, dan mati, rumahnya di sana. Mereka tidak akan mudik ke mana-mana, bahkan kampung Muslim Angantiga sesuai sejarah dari pengelingsir puri sudah ada sejak 400 tahun yang lalu,” katanya.
Mereka ditempatkan di daerah itu, katanya, untuk menjaga daerah tersebut dari gangguan bromocorah seperti rampok dan maling. Orang-orang dari Kampung Bugis inilah dipercaya oleh raja zaman dulu untuk menjaga wilayah di sana. “Selain tindak kejahatan, daerah ini juga dikenal karena keangkerannya. Jadi warga Muslim Angantiga adalah warga asli Badung yang beragama Islam. Dari lahir, hidup dan mati, mereka di sana,” ungkapnya.
Lanang Umbara juga menjawab pertanyaan yang muncul di medsos, kenapa umat Islam didahulukan bantuannya. Menurutnya, karena memang hari raya umat Muslim yakni Idul Fitri jatuh pada 31 Maret dan 1 April 2025. Sementara umat Hindu diberikan menjelang Hari Raya Galungan, Kristen menjelang Hari Raya Natal, serta Buddha menjelang Waisak.
Dia menegaskan, umat Hindu tidak menerima bantuan Rp 2 juta per KK saat Hari Raya Nyepi, karena diberikan menjelang Galungan. Kenapa tidak diberikan pada saat Nyepi? Pertimbangannya, katanya, pada saat Nyepi umat Hindu melaksanakan Catur Brata Penyepian. Karenanya, umat Hindu tidak belanja banyak terkait Hari Raya Nyepi. “Masak saat mebrata, kita nampah celeng dan sebagainya,” katanya.
Kenapa dipilih Galungan? Menurutnya, karena kebutuhan umat Hindu saat Galungan banyak. Selain untuk upakara juga ada kebutuhan lainnya. Contoh ada tradisi mapatung, nampah celeng, bikin lawar, bikin sate. Selain upakara, juga ada kebutuhan makanan untuk keluarga. “Pada saat inilah terindikasi terjadi inflasi. Ketika banyak permintaan, otomatis harga-harga akan meningkat,” ungkapnya.
Baca juga: Demi Kepentingan Masyarakat, DPRD Badung Setujui Hibah Tanah di Kedonganan
Pada saat Nyepi pun, kata GLU, pemerintah tidak lepas tangan. Di antaranya pemerintah memberikan bantuan untuk sekeha teruna dalam pembuatan ogoh-ogoh. Setelah membuat ogoh-ogoh, pemerintah juga memfasilitasi parade ogoh-ogoh. Di sini masih ada apresiasi berupa hadiah. “Semua sudah difasilitasi,” katanya.
Selain itu, pembangunan fisik berupa pura dan piodalannya pun sudah difasilitasi Pemkab Badung. Dana aci yang ada di Kahyangan Tiga, paibon/dadia sudah diberikan bantuan. Demikian juga para pemangkunya yang tercatat di Kahyangan Tiga seperti pemangku Pura Desa, Pura Dalem, juga Prajapati juga sudah diberikan tunjangan oleh pemerintah. “Itulah perhatian besar yang diberikan Pemkab Badung kepada semeton Hindu. Bantuan tentu saja berdasarkan bingkai NKRI, kita tak boleh mendiskreditkan warga berdasarkan suku atau ras,” katanya lagi.
Dia perlu menjelaskan agar masyarakat tidak ada yang gagal paham, apalagi mengatakan umat Hindu dianaktirikan. Faktanya, Bali kan mayoritas umat Hindu. Data di Badung yang mendapatkan bantuan sosial tunai Rp 2 juta per KK ini berjumlah 91.918 KK. Umat Hindu 81.000 lebih, umat Muslim 6.000 lebih, umat Kristen 2.000-3.000 KK, dan umat Buddha 200-300 KK. Kita harus tetap menjaga keharmonisan berbangsa dan bernegara. Salah satunya menjaga keharmonisan dan kerukunan hidup beragama.
GLU pada kesempatan itu, menjelaskan parameter yang bisa digunakan untuk mengetahui pendapatan masyarakat maksimal Rp 5 juta untuk dapat bantuan ini. Parameternya adalah surat keputusan (SK). “Buruh bangunan, petani atau wirausaha yang bergerak di sektor UKM kan tidak bisa dikatakan memiliki pendapatan Rp 5 juta. Kadang-kadang kalau nasibnya baik, mungkin dapat lebih dari Rp 5 juta, kalau nasibnya kurang baik atau sepi peminat, mungkin di bawah Rp 5 juta, mungkin juga tak dapat jualan,” katanya.
Demikian juga petani, pendapatannya tidak tetap atau fluktuatif. Ini bukan menjadi acuan. “Menurut hemat saya, acuannya nilai besaran pendapatan warga adalah SK. Ketika di SK muncul pendapatannya Rp 6 juta, ya mereka tak boleh menerima bantuan,” katanya.
Untuk ini, Lanang Umbara mengimbau kepada para kepala dusun, kelian dinas, dan perbekel untuk menggunakan SK sebagai acuan pendapatan warga. “Jika sudah SK, takkan ada lagi polemik terkait syarat pendapatan warga. Acuan kita adalah SK,” tegasnya. (pbm2)
Komentar