"MDA Kanti Kerta Bali Nugraha" Dorong Desa Adat Selesaikan Permasalahan secara Mandiri
- 25 September 2023
- Info & Peristiwa
- Denpasar
Denpasar, PorosBali.com- Majelis Desa Adat (MDA) Provinsi Bali untuk memperkuat desa adat secara internal memulai babak baru dengan inovasi memberikan penghargaan kepada desa adat yang mampu menyelesaikan permasalahan adatnya secara mandiri sakala dan niskala. Penghargaan tersebut dinamakan "MDA Kanti Kerta Bali Nugraha"
Hal ini dilakukan untuk menindaklanjuti penandatanganan Nota Kesepahaman (MoU) Majelis Desa Adat (MDA) Provinsi Bali dengan BPR Kanti pada acara Pesamuhan Agung IV MDA Provinsi Bali dan Peluncuran 20 BUPDA Percontohan bertempat di Wantilan Pura Samuan Tiga, Gianyar, Sabtu (26/8/2023) lalu.
"Penghargaan ini kami namakan ‘MDA Kanti Kerta Bali Nugraha’," kata Bandesa Agung MDA Provinsi Bali, Ida Pangelingsir Agung Putra Sukahet, didampingi Penyarikan Agung, I Ketut Sumarta dan Direktur Utama BPR Kanti, Made Arya Amitaba, saat konferensi pers di Gedung Lila Graha MDA Provinsi Bali, Senin, (25/9/2023) siang.
Penghargaan yang akan diberikan kepada desa adat ini, menurutnya merupakan sesuatu yang telah dipikirkan sejak lama.
"Niat MDA Provinsi Bali ini dirasa penting dilakukan untuk memotivasi Desa Adat di Bali menjadi lebih baik. Dengan begitu mereka akan merasa dihargai, diapresiasi dan mudah-mudahan mereka berlomba-lomba untuk mendapatkan reward itu,” jelas Bendesa Agung Putra Sukahet.
Penghargaan ini akan diberikan kepada pihak desa adat yang berhasil menyelesaikan permasalahan adat internalnya secara mandiri. Dikatakannya, berbagai permasalahan di desa adat muncul saat penilaian, yang paling menonjol adalah masalah keprajuruan (perangkat desa adat) meski dipandang prosentasenya masih kecil dibandingkan dengan 1.500 desa adat yang ada di Provinsi Bali.
“Yang menonjol sekarang ini adalah soal prajuruan. Dulu masalah tapal batas sudah selesai, ada juga perebutan Pura, perebutan setra sudah selesai. Prajuruan masih ada, tetapi sebenarnya masalah itu dibandingkan prosentasenya sangat kecil, mungkin kira-kira yang muncul 1 sampai 10 permasalahan desa adat seluruh Bali,” ungkapnya.
Bandesa Agung MDA Provinsi Bali, Ida Pangelingsir Agung Putra Sukahet. (Foto/ist)
Di era saat ini, keberadaan media turut membantu menyelesaikan permasalahan yang ada di Desa Adat. "Dengan seringnya muncul di media, tentunya akan menjadi perhatian publik dan permasalahan di desa cepat terselesaikan. Sehingga menjadi perhatian kita semuanya, kemudian desa-desa yang bermasalah itu akan malu juga mereka. Sebenarnya prosentase kecil, tetapi mau tidak mau itu memang mengganggu kalau ada permasalahan-permasalahan itu,” katanya.
Nantinya tidak hanya menggandeng BPR Kanti, pihaknya akan berkolaborasi dengan pihak swasta lainnya yang berdomisili di Bali. Diharapkan ajang pemberian penghargaan ini akan terus berlanjut tiap tahunnya demi mengajegkan adat, budaya, dan tradisi Bali. “Karena kekuatan dan kekayaan Bali ada disitu (desa adat). Jadi sumber ekonomi juga ada disitu,” ujarnya.
Sementara Penyarikan Agung MDA Provinsi Bali, I Ketut Sumarta mengatakan, penyerahan MDA Kanti Kerta Bali Nugraha akan berlangsung pada 27 September 2023 yang dikemas saat digelarnya HUT ke-34 BPR Kanti di Hongkong Garden, Denpasar.
Baca juga: Pj. Gubernur Bali Lantik I Dewa Tagel Wirasa Jadi Pj. Bupati Gianyar
“Sebelumnya, kami di MDA Provinsi Bali ini telah menandatangani SPK (Surat Perjanjian Kerjasama) antara MDA Bali dengan BPR Kanti. SPK ini sudah ditandatangi pada tanggal 26 Agustus 2023 didalam rangkaian acara pembukaan Samuhan Agung ke IV MDA Bali,” jelasnya.
Dari keseluruhan Desa Adat di Bali, kurun waktu penilaian akan dibatasi sejak diberlakukannya peraturan daerah Provinsi Bali Nomor 4 tahun 2019 tentang Desa Adat di Bali, yakni dari 28 Mei 2019 sampai akhir bulan Agustus 2023.
Dijelaskan, MDA Provinsi Bali akan mengusulkan 3 desa adat di masing kabupaten/kota, sehingga terdapat 27 nominator desa adat. "Nantinya akan ditetapkan 1 desa adat yang terbaik mendapatkan piagam, piala dan sejumlah dana dari BPR Kanti," jelasnya.
Diungkapkan, syarat utamanya adalah, desa adat sanggup menyelesaikan permasalahan internal secara mandiri sakala dan niskala di tiap wewidangan desa adat.
“Pengertian menyelesaikan disitu tentu harus tuntas, secara niskala sudah ada atur piuning. Tuntasnya secara sekala, memang betul-betul mencapai kedamaian di wilayah Desa Adat bersangkutan. Tentu sampai sekarang belum sanggup diselesaikan,” jelas Ketut Sumarta.
Saat ini MDA Provinsi Bali telah memetakan permasalahan yang terjadi di desa adat menjadi beberapa klaster, diantaranya masalah antar krama (perseorangan), masalah krama dengan kelompok krama, masalah kelompok krama dengan lembaga (Banjar Adat, Desa Adat), dan permasalahan Kelembagaan antara Banjar Adat dengan Desa Adat, atau Desa Adat dengan Desa Adat, juga permasalahan hubungan Kelembagaan Desa Adat dengan pihak lain diluar Desa Adat.
"Diharapkan dengan adanya ajang penghargaan kepada Desa Adat, muncul motivasi untuk menyelesaikan permasalahan adat bagi Desa Adat yang belum mampu menyelesaikan masalah internalnya," terangnya.
Sementara, Direktur Utama PT. BPR Sukawati Pancakanti, Made Arya Amitaba menyampaikan, kerja sama yang dilakukan dengan MDA Provinsi Bali adalah memberikan apresiasi kepada Desa Adat terbaik dimana telah dikaji sebelumnya oleh MDA Provinsi Bali.
Hal ini disebut termasuk upaya untuk menekan permasalahan desa adat yang muncul selama ini. Sebab, perekonomian di Bali tergantung pada pariwisata, dan pariwisata ditopang pada pariwisata adat dan budaya. Sehingga ketika ada sesuatu yang mengurangi nilai pariwisata Bali, dinilai akan mengganggu yang menopang perekonomian Bali.
“Mungkin kita tidak bisa pungkiri, ada hal yang bisa mengulangi pariwisata Bali ketika kasus adat itu muncul. Ini salah satu kita menekan terkait kasus desa adat,” jelasnya.
Baca juga: Wayan Koster Sukses Laksanakan Transformasi Perekonomian Bali
Dalam mendukung desa adat, dikatakan tidak pertama kali dilakukan BPR Kanti. Pada tahun 2014 telah dimulai dengan membantu menerbitkan buku hukum adat Bali bertajuk Aneka Kasus dan Penyelesaiannya, yang telah tercetak 6.000 (enam ribu) buku.
“Mensuport ini bukan hal adat berkaitan dengan bisnis, namun dari sisi hukumnya. Karena apa yang kami lakukan adalah berkaitan dengan pelaksanaan CSR, pertanggungjawaban kami sebagai institusi bisnis kepada masyarakat lingkungan,” lanjutnya.
I Made Arya Amitaba. (Foto/ist)
Kepedulian terhadap desa adat merupakan bagian dari pelaksanaan CSR. Juga, dalam menyalurkan CSR ini melalui MDA Provinsi Bali, BPR Kanti merasa terbantu karena lebih bermanfaat dan tepat sasaran bagi desa adat. Sebagai masyarakat adat dan tumbuh di tengah masyarakat, maka BPR Kanti sepenuhnya mendukung keberadaan desa adat.
“Kebetulan kami merasakan suatu yang perlu kami support disitu dan ada lembaganya yang mengkoodinir untuk itu, ya kenapa tidak. Jadi adat ini lebih kepada bagaimana CSR yang dilaksanakan BPR Kanti benar-benar dirasakan kebermanfaatannya,” sebut Made Arya Amitaba
Wujud dari MoU ini juga pelaksanaan Training of Trainer (TOT) oleh MDA Provinsi Bali bertempat di Gedung Pusdiklat BPR Kanti, Batubulan. Kegiatan TOT tersebut bertujuan untuk memberikan bimbingan teknis kepada para peserta yang berasal dari Prajuru MDA Bali dan/atau relawan yang ditentukan oleh MDA Provinsi Bali, yang nantinya menjadi Pelatih Prajuru Desa Adat di Bali,” ujar Amitaba.
BPR Kanti, kata Amitaba, ingin memperkuat capacity building Prajuru Desa Adat untuk menyelesaikan persoalan adat di wilayah adatnya terlebih dahulu. “Keuntungan bagi BPR Kanti adalah untuk jangka pendek belum terlihat, namun, ketika tujuan awal bahwa masalah adat bisa diselesaikan dengan baik di wilayah desa adatnya, maka, krama adat bisa lebih fokus melakukan kegiatan ekonominya tanpa harus menguras energi untuk ikut menuntaskan persoalan adat yang terjadi di wilayahnya. Ini yg diharapkan BPR Kanti sehingga ketika ekonomi krama adat bisa bergerak, maka di situlah spirit BPR Kanti,” tegas Arya Amitaba.
Nantinya, BPR Kanti akan memberikan penghargaan terbaik 1 hingga 3 bagi peserta TOT, penghargaan terbaik bagi desa adat di setiap kabupaten/kota yang dapat menyelesaikan kasus terbanyak di wilayah adat masing-masing serta penghargaan kepada kabupaten/kota yang desa adatnya mempunyai kasus terbanyak yang belum dapat terselesaikan di wilayah adat masing-masing.
“Hal itu sejalan dengan apa yang kami raih, dimana BPR Kanti menerima Award Terbaik III di ajang Infobank Award 2023 untuk kategori aset 500 juta hingga 1 triliun Rupiah. Prestasi yang kami raih ini justru disaat masih dalam masa pandemi Covid-19 dimana Bali merupakan satu-satunya provinsi di Indonesia yang mendapat tambahan kebijakan regulasi terkait restrukturisasi kredit,” pungkas Amitaba. (Pbm7)
Komentar