Media Berita Online Bali Terkini, Kabar Terbaru Bali - Beritabali.com

Stafsus Presiden Ari Dwipayana: Rai Mantra Disamping Anak Biologis, Juga Anak Akademis Prof. Mantra

IB. Rai Dharmawijaya Mantra saat Sidang Terbuka untuk meraih gelar Doktor pada Program Studi Ilmu Manajemen, Fakultas Ekonomi Bisnis, Universitas Udayana, Jumat (16/6). (Foto/hms)

"Angkat Soal Peranan Modal Budaya Dalam Meningkatkan Kinerja LPD.
Raih Gelar Doktor Ekonomi Dengan Predikat Cumlaude"

 

Denpasar, PorosBali.com- "Peranan Modal Budaya Dalam Meningkatkan Kinerja Keuangan LPD di Bali saat Covid-19" menjadi judul Desertasi seorang IB. Rai Dharmawijaya Mantra, yang dipertahankannya di depan Tim Penguji Pasca Sarjana Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Udayana.

Rai Mantra, demikian dia kerap disapa, mempertahankan judul Desertasi itu di Sidang Terbuka untuk meraih gelar Doktor pada Program Studi Ilmu Manajemen, Fakultas Ekonomi Bisnis, Universitas Udayana, Jumat (16/6). 

Mengangkat tentang Lembaga Perkreditan Desa (LPD) menjadi ide utama dalam Desertasi, bukanlah tanpa alasan. Rai Mantra, menjelaskan, LPD yang diinisiasi sejak 1984, oleh Profesor IB Mantra, Gubernur Bali era 1978-1988 sekaligus ayah dari IB. Rai Mantra dinilainya bukan hanya lembaga desa berbasis profit, namun juga lembaga sosial yang yang mengemban tugas sosial-budaya. 

Baca juga: Predikat Cumlaude, IB Rai D Mantra Sandang Gelar Doktor Ilmu Manajemen

Koordinator Staf Khusus Presiden RI, yang juga pegajar di FISIP Universits Gajah Mada, Anak Agung Ari Dwipayana, dalam sidang terbuka itu mengemukakan Rai Mantra mengukuhkan dirinya bukan hanya sebagai anak biologis Prof. Dr. IB Mantra, tetapi telah menjadi anak akademis, pewaris ideologis, penerus gagasan besar Prof Mantra. Dikatakan  pendirian LPD adalah bagian dari strategi kebudayaan yang dipikirkan Prof Mantra.

"Seperti yang kita tahu, dalam bukunya yang berjudul Landasan Kebudayaan Bali, Prof IB Mantra menyebutkan  bahwa kemajuan-kemajuan atau modernisasi memerlukan landasan budaya yang kuat, kreatif dan berakar pada kepribadian," ungkap Ari Dwipayana. 

Ari Dwipayana melanjutkan, hal tersebut juga merupakan sebuah kritik atas pendekatan modernisme dan juga pandangan kaum positivitik-neo klasik yang menyatakan adopsi terhadap sistem kapitalistik akan mengantarkan pada kemajuan yang sama. 

"Pandangan ini mengabaikan adanya formasi sosial, kelembagaan  sosio-ekonomi yang berbeda dimana menghasilkan hasil yg berbeda. Ada sebuah Studi Clifford Geertz yang membandingkan antara Tabanan dengan Pare dengan menunjukan pentingnya melihat konfigurasi sosial dalam masyarakat dalam menjelaskan perubahan sosial-ekonomi," urai Ari Dwipayana. 

Sistem kapitalisme, kata Ari Dwipayana juga memunculkan respon berupa kelembagaan baru yang tidak sepenuhnya mengadopsi kapitalistik global. Namun, hal itu juga  mengakomodasi tradisi  kepentingan lokal. 

"Sehingga muncul lembaga "in between", yang bekerja dengan cara berbeda. Prof Mantra menyebut LPD sebagai perkawinan tradisi dan manajemen modern. Prof Mantra juga melihat pentingnya revitalisasi lembaga-lembaga tradisional, reintegrasi dan adaptasi. Inilah strategi kebudayaan yang digagas Prof Mantra utk  berhadapan dengan modernitas," kata Ari Dwipayana. Lebih lanjut Ari Dwipayana mengatakan gagasan besar inilah yang dteruskan oleh IB. Rai Dharmawijaya Mantra dalam Desertasi nya yang mengangkat Peranan Modal Budaya Dalam Meningkatkan Kinerja LPD di Bali saat Covid 19. (Pbm2)


TAGS :

Komentar