Media Berita Online Bali Terkini, Kabar Terbaru Bali - Beritabali.com

Menyambut PKB XXXXI: Menangkap Kembali Roh Seni dan Pemberontakan

Pementasan salah satu peserta saat Pembukaan Pesta Kesenian Bali. (Foto/knl)

Oleh: I Made Pria Dharsana dan I Gede Joni Suhartawan

Dunia adalah lukisan Tuhan yang gagal” kata Van Gogh. untuk itu dia menciptakan dunia baru. Sebuah  dunia yang berbeda, namun ternyata tidak bisa lepas dari dunianya yang lama. Seniman, dengan demikian adalah orang yang mengingkari sekaligus menerima dunia. Menolak tapi tak mampu meninggalkan nya..

Dalam kekinian, seperti itulah dunia seni, seniman yang menghargai keindahan. Adakah keindahan yang sublim sudah tersajikan , yang sudah dihasilkan dan sekarang akan ditampilkan dalam PKB ke XXXXI tahun  2019 ?.

Pesta Kesenian Bali (PKB) merupakan ide cemerlang Profesor Doktor Ida Bagus Mantra, Gubernur Bali pada saat itu , yang muncul dari kegundahan  dan keprihatinan beliau atas jati diri orang Bali yang terkikis oleh serbuan budaya barat. “orang Bali harus menyadari harga dirinya”.

Pesan moral Prof Mantra, yang merasa prihatin pada tradisi Bali yang semakin ditindas oleh budaya barat yang terindifikasi sebagai kontruksi budaya modern. Budaya modern yang lazim nya berdiri diatas prinsip-prinsip rasio, subyek, identitas, ego, totalitas, ide-ide absolut, kemajuan linier, obyektifitas, otonomi, emansipasi dan oposisi biner ( I Wayan Sukarma,htts;sukarma-puseh.blogspot.com/2013/07 dan   diperoleh dari beberapa sumber).

Harga diri orang Bali adalah aspek rohani dari tradisi Bali, yaitu inti kebudayaan yang dipraktekan di desa pekraman. Harga diri orang Bali menurut Sukarma , juga menyebabkan dinamika kebudayaan tetap terjaga sehingga tradisi Bali selalu hidup inheren dalammperubahan jaman.

Harga diri adalah kekuatan moral yang menyebabkan orang Bali dapat mengambil tanggung jawab social dan budaya dalam rangka ketertiban social dan keteraturan budaya.  Menurut Prof Mantra, harga diri orang Bali dapat dibangun dan ditata melalui lima hubungan korelasional antara agama, seni, budaya, bahasa, dan ekonomi yang disebut landasan kebudayaan.

Kemudian  kebijakan Kebudayaan Bali yang dijiwai oleh nilai-nilai Hindu ditetapkan sebagai modal dasar pembangunan daerah Bali. Prof Mantra menerapkan pembangunan daerah Bali dilaksanakan dengan falsafah Tri Hita Karana, yaitu hubungan antara manusia dengan Ida Sang Hyang Widhi Wasa, Tuhan Yang Maha Esa sebagai Sang Pencipta, hubungan manusia dengan manusia dan hubungan manusia dengan lingkungannya.

Sebagai implementasi dari falsafah itu diwujudkan dalam pembangunan kantor atau gedung-gedung, yang ditata dengan konsep dan bentuk bernuansa arsitektur Bali. Pada saat itu lah diterapkan juga bangunan gedung-gedung termasuk hotel tidak boleh melebihi ketinggian pohon kelapa.

Berikutnya beliau menguatkan ide dan kebijakan pembangunan Bali dengan falsafah Tri Hita Karana ini melalui penetapan Peraturan Daerah (Perda) nomor 06 Tahun 1986 tentang kedudukan, fungsi, dan peranan Desa Adat yang keberadaannya memiliki landasan yuridis.

Untuk penguatan Bahasa dan sastra merintis pendirian fakultas sastra yang kemudian sekarang  menjadi Fakultas Sastra Universitas Udayana, dalam penguatan agama beliau salah satu penggagas terbentuknya Parisada Hindu Dharma Indonesia, dalam bidang pendidikan didirikan Universitas Hindu yang sekarang menjadi Institut Hindu Dharma.

Tidak cukup masyarat Bali dikuatkan hanya dari segi agama, seni budaya dan pendidikan nya saja, menggenapi lima hubungan korelasional tersebut Prof Mantra membentuk lembaga ekonomi berbasis desa adat.

Melalui Peraturan Daerah yang menggaris bawahi eksistensi Lembaga Perkreditan Rakyat (LPD) di Bali, dengan menyebutkan LPD sebagai Badan Usaha Simpan Pinjam yang dimiliki oleh desa adat yang berfungsi dan bertujuan utama untuk mendorong pembangunan ekonomi masyarakat desa melalui tabungan yang terarah serta penyaluran modal yang efektif.

Prof Mantra mengharapkan LPD sebagai lembaga yang berperan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat melalui pembangunan ekonomi kerakyatan dan sebagian keuntungan LPD disisihkan untuk menguatan masyarakat desa adat.

Sekarang kita lihat dan rakan LPD sudah berkembang dengan baik, memiliki aset dan modal bergulir cukup besar, memperoleh meuntungan yang berguna bagi pembangunan masyaratat desa adat. Keuntungan yang besar tersebut  semestinya disisihkan juga bagi pengembangan kesenian dan peningkatan sumber daya manusia Bali yang mumpuni yang dapat mempunyai daya saing global dengan tetap bertumpu kepada spiritual agama Hindu.

Menghadapi perubahan-perubahan yang terus menerus dari waktu kewaktu diperlukan pengetahuan tentang inti kebudayaan. Yang menurut Prof Mantra, adalah ide sentral yang memberikan pengaruh dari bentuk luar yang dapat berubah-ubah tetapi tidak terlepas dari ide sentralnya.

Karena itu mesti dilakukan reintepretasi, reintegrasi, dan adaptasi terhadap semua perubahan-perubshsn yang terjadi dan yang dapat mempengharuhi kehidupan manusia Bali yang dapat melemahkan tradisi dan kehidupan masyarakat Bali, akan tetapi justru memperkuat dan memberikan nilai-nilai baru yang memperkokoh kebudayaan Bali.

Pesta Kesenian Bali pertama kali diselenggarakan 20 Juni 1979, Gubernur Profesor Doktor Ida Bagus Mantra menyampaikan bahwa,’ perkembangan seni dan budaya Bali yang menitik beratkan pada pengembangan kehidupan seni dan budaya tradisional, hendaknya jangan bersifat statis.

Namun berusahalah untuk selalu berkreasi dengan menggali dan mengembangkan seni-seni tradisional yang ada dan yang terpenting merevitalisasi seni-seni tersebut agar dapat berfungsi dan hidup dalam masyarakat modern.’

Bagaimana pengampu kebudayaan di Bali meneruskan semangat Prof Mantra dalam mengimplementasikan pengembangan kesenian di Bali sekarang ini termasuk para seniman dan kelompok-kelompok seni . Seni adalah keindahan.

Keindahan  dengan antagonisme nya yang ekstrem klasik, tentang manakah yang menentukan dalam pengalaman momen estetis, apakah berasal dari perasaan kita yang mengalami , atau karena obyek pengalaman itu yang estetis, yang indah. Karena satu hal yang pasti; setiap pandangan yang ekstrem selalu gagal.

Ada  juga pendapat yang memberikan makna berbeda tentang apa kah setiap insan mengenal keindahan?

Keindahan bukan sekedar dialami, namun dicoba untuk diaktualkan. Dalam menciptakan karya seni, seniman hendak menghadirkan dunia- atau sebagian nya- bukan sebagaimana adanya, tetapi sebagaimana yang dirasakan dan dipahaminya, dunia yang diinginkannya.

Menjadi seniman menciptakan karya seni, dengan demikian adalah pemberontakan. sebagaimana dikatakan seorang seniman yang filsuf; Albert Camus mengatakan “Pemberontakan adalah kreatif“. (Albert Camus dll, 1998)

Seorang seniman adalah pemberontak, dalam menghasilkan sebuah karya seni. syaratnya adalah keberanian untuk keluar dari pakem-pakem tradisional yang membelenggu, tetapi mengambil spirit dari tradisi , mengelaborasi dalam harmoni menjadi hasil karya. tak penting mendapat apresiasi atau tidak.

Seperti kata Nietzche ” siapa kehilangan keberanian, dia telah kehilangan segalanya”. Keberanian adalah penentu akhir aktualisasi kreatifitas.

Tanpa keberanian, tak kan pernah hadir sebuah karya yang melintas batas. Rollo May menyebut kreatifitas berada dalam tataran irrasional dibawah sadar sebagai creatifity of the spirit”.

Kreatifitas yang melintas batas-batas, menerobos sekat-sekat yang selama ini ada dan diikuti, karena sebenarnya kreatifitas sama sekali tidak memperdulikam kaidah-kaidah serta hukum-hukum yang berlaku, dan biasanya sangat antikompromitas. Begitu kreatifitas seni yang dapat dihasilkan seniman.

Bagaimana  seniman , pengamat, penikmat seni dapat menilai sebuah karya yang dihasilkan dari pemberontakan ? di Jaman modern sekarang ini seorang seniman tidak seharusnya menganggap keindahan sebagai ideal utama seni. Tidak lagi menganggap seni sebagai esensi karya seni tetapi karya itu sendiri.

Immanuel Kant, dalam ajaranya yang banyak diikuti mengatakan, bahwa dalam melihat karya seni, para penikmat atau pengamat dapat, dan bahkan harus, memahami karya seni tersebut sama dengan apa yang dimaksud oleh seniman.

Setiap  melihat sebuah karya seni seseorang harus hanya berpijak pada kesadaran supraindrawi, dan melapaskan segala interest itu sendiri dan respon pribadi, serta memisahkan karya seni dari segala kepentingan apapun kecuali keindahan estetis itu sendiri.

Estetisitas adalah sebuah nilai obyektif, bukan subyektif dan tidak relatif. Prinsif mana disampaikan oleh seorang ahli estitika Edward Bullough, dengan teorinya tentang “psychic distancing“, yaitu bahwa dalam menilai karya seni harus dilakukan secara berjarak (detachment).

Bagaimana dengan kita selama PKB yang sudah berlangsung puluhan tahun? sudah kah ada perubahan secara ekstrem bagi pemberontak-pemberontak baru yang melahirkan karya seni yang mengglobal ? begitu pentingkah hasil karya dari seorang seniman untuk mendapakan apresiasi dari pengamat dan kolektor seni..  memang pengamat, penikmat seni mesti berjarak dan mengambil jarak agar dapat menilai karya seni secara obyektif. paling tidak jangan terlalu jauh jaraknya agar penilaian kita terhadap seni tidak bias apalagi kabur.

Hasil karya seni tidak diukur dari nilai ekonomi semata, apalagi seni orang bali yang eksotis dan estitis tidak hanya untuk konsumsi pariwisata saja tetapi menjadi sesembahan bagi smesta yang mempunyai nilai-nilai spirit jiwa yang mulia.

emoga PKB 2019 yang megambil thema Bayu Premana, bukan hanya menyajikan sentra kuliner, pedagang dan pasar senggol dengan segala pernik-perniknya. Focus pelaksanaan yang terpecah antara pertunjukan seni dengan keinginan belanja karya seni.

Tapi sudah kah semangat Prof Mantra diteruskan, dikembang kan dalam merespon perkembangan dunia dan ditengah kepungan kaum urban yang mendesak kebudayaan Bali? Seni dan kesenian yang dipahami oleh Prof Mantra adalah merupakan fungsi dalam memperkuat kerekatan, kohesi dan interaksi social masyarakat Bali.

Seni dapat dilihat sebagai unsur yang dapat menumbuhkan rasa kemuliaan dalammkeagungan dalam hidup dan kehidupan kita sebagai manusia Bali. Sehingga seni tak bisa dipisahkan dari kehidupan, dia dapat meningkatkan harkat hidup manusia, menumbuhkan religiusitas, dapat menghaluskan cipta, rasa dan karsa kita sebagai manusia.

Dalam perjalanan empat puluh tahun PKB sudah diselenggarakan ada  3 SUDAH  dihasilkan, yaitu:

Pertama, sudah menjadi pesta rakyat secara massal. Banjar-banjar  dan kelompok-kelompok dan sekehe-sekehe seni, baik didesa maupun dikota,  serta sekolah-sekolah sudah terlibat, baik yang mendapatkan pembinaan maupun berjalan tanpa peran dan bantuan dana dari pemerintah.

Lepas dari kualitasnya ini sudah lumayan dibanding propinsi  lain yg rakyatnya sendiri tidak.bermibat lagi kepada budayanya.

Kedua, Sudah menjadi festival seni registered yg berlangsung reguler dan bertahan cukup lama sebagai sebuah festival seni periodik.

 

Lepas dari mutu padahal sepaturnya sudah jauh dari apa yang dapat dibayangkan, kebudayaan bermutu tinggi.

Ketiga, sudah pantas dilanjutkan dengan lebih memperhatikan kualitas dengan pengelolaan yang tidak semata-mata pemerintah tetapi dapat dikelola bersama oleh badan pengelola kreatif yang diisi oleh anak-anak muda, sehingga dapat memberikan kesempatan dan ruang tumbuhnya bagi anak muda berkreasi. Tidak monoton dari tahun ketahun tanpa hasil jelas.

Serta ada 3 BELUM dihasilkan PKB dan perlu menjadi perhatian untuk perbaikan dan peningkatan kwalitas hasil;

Pertama, belum menghasilkan karya monumental, masih hanya memenuhi pesanan dan thema yang telah ditetapkan pemerintah melalui korator yang dipilih oleh pemerintah propinsi.

Kedua, belum.menjadi ajang “pertemuan/dialog” antara seniman level maestro (misal : Bape Jimat, Cak Rina, dan lain-lain) dengan generasi muda agar dapat berbagi dan menggali kedalamsn ide dan kresi sang maestro dan pelaku seni yang telah mumpuni sehingga generasi muda dapat menjadi sumber days manusia Bali menerus kebudayaan Bali yang adi luhung.

Ketiga, belum mengangkat harkat seniman individu maupun kelompok maupun desa untuk di kelola menjadi pusat-pusat pengajaran /pewarisan seni budaya (contoh kecil : Gambuh Sesetan yg hilang hanya karena tidak punya lahan tempat berlatih berikut perangkat tabuh yg tidak diteruskan).

Dengan demikian PKB dapat membuka cakrawala baru pemberontakan kreatifnya  yang mengasilkan karya seni yang diapresiasi , memberikan vibrasi nilai-nilai estitika, suara, karsa tidak saja bagi seluruh masyarakat di Bali tapi juga dunia. Ini lah salah satu sumbangsih masyarakat Bali bagi Dunia yang Harmonis.

Satyam, Sivam, Sundaram. 


TAGS :

Komentar