Pansus Retribusi PBG DPRD Badung Gelar Raker, Matangkan Materi dengan Pihak Terkait
Badung, PorosBali.com- Dalam upaya mematangkan materi rancangan peraturan daerah, Panitia Khusus atau pansus Retribusi Bangunan Gedung (PBG) DPRD Badung mengadakan rapat kerja dengan pihak terkait meliputi organisasi perangkat daerah (OPD) Pemkab Badung serta tim ahli.
Kali ini rapat dipimpin oleh Ketua Pansus Nyoman Dirgayusa didampingi Gusti Ngurah Saskara dan Made Yudana. Hadir juga Ketua Bapemperda Nyoman Satria dan salah satu anggota Kadek Suastiari. Dari pihak OPD hadir Kepala Dinas PUPR IB Surya Suamba dan Kabag Hukum AA Asteya Yudhya.
Ketua Pansus Nyoman Dirgayusa berharap raker ini bisa mematangkan materi ranperda. Oleh karena itu pihaknya memberikan kesempatan maksimal kepada pihak-pihak terkait untuk memberikan masukan-masukan.
Sehingga menurut Dirgayusa, Ranperda ini bisa mempermudah proses PBG yang merupakan penjelmaan dari IMB.
"Biaya yang ditimbulkan dari ranperda ini bisa lebih meringankan beban masyarakat. Jangan sampai masyarakat justru lebih terbebani oleh ranperda ini,” ujar Dirgayusa.
Sementara Ketua Bapemperda Nyoman Satria mengapresiasi proses perizinan relatif sangat cepat lewat kebijakan OSS. Menurutnya ini akan berpengaruh terhadap animo berusaha masyarakat. Terkait PBG ini, politisi PDI Perjuangan asal Mengwi ini berharap dapat mempermudah dalam berusaha di wilayah Badung.
Pada kesempatan ini Nyoman Satria mengajukan sejumlah pertanyaan diantaranya terkait bangunan yang tak sesuai dengan ranperda ini. Misalnya bangunan di jalur hijau. Berikutnya kapan ranperda harus selesai. Pasalnya, terjadi keterlambatan pembahasan ranperda yang seharusnya pada 2 Agustus yang lalu.
Tak hanya itu, Nyoman Satria juga mempertanyakan berapa izin PBG yang belum bisa diproses akibat masa transisi ini. “Berapa kerugian yang diderita Badung akibat tak berjalannya proses PBG pada masa transisi ini,” tegasnya.
Anggota Pansus, Kadek Suastiari memastikan masyarakat akan terbebani lagi akibat adanya sertifikat laik fungsi (SLF). Hal ini karena SLF harus dikeluarkan oleh konsultan yang tentu saja memerlukan biaya tambahan. Sementara Made Yudana mempertanyakan batas kedaluwarsa IMB. Dia berharap, pelayanan PBG ini memberikan kemudahan bagi masyarakat dengan biaya semurah-murahnya.
Menjawab sejumlah pertanyaan tersebut, Kadis PUPR Ida Bagus Surya Suamba berharap ranperda ini bisa segera rampung. Hal ini karena saat ini sudah ada 201 pemohon yang masuk untuk mendapatkan PBG. Soal keterlambatan pembahasan, itu semata-mata karena sistem yang lambat.
"Ketika kita sudah melakukan sosialisasi, sistem ditarik lagi sehingga pembahasan jadi tertunda," ujarnya.
Terkait LSF, Surya Suamba tak menampik warga akan terkena biaya tambahan. Ranperda ini hanya izin registrasi bangunan bukan memberi jaminan terhadap kualitas bangunan. Soal kualitas ini, perlu dilakukan oleh ahlinya dalam hal ini arsitektur serta tenaga sipil yang memiliki sertifikat keahlian. Untuk inilah perlu biaya tambahan.
Sementara mengenai bangunan yang berubah, menurut Surya Suamba, pemilik bangunan wajib mengajukan perubahan PBG. Biaya yang dikenakan hanya untuk perubahan atau perluasannya saja.
“Jadi biayanya tidak untuk seluruh bangunan tetapi hanya yang berubah atau yang diperluas saja,” tegasnya.
Namun demikian poin penting, dalam PBG ini tidak perlu lagi penyanding. Selain itu, soal bangunan di lahan jalur hijau pun berpeluang izinnya keluar karena OSS masih belum sempurna.
"Masih ada beberapa trayel dan diizinkan oleh mesin terutama daerah-daerah yang belum ada rencana detail tata ruangnya," jelasnya.
Kabag Hukum AA Asteya Yudhya mengatakan, ranperda PBG ini merupakan penjelmaan dari Izin Mendirikan Bangunan (IMB).
"Ranperda ini harus segera diselesaikan agar pemerintah memiliki landasan hukum untuk memungut retribusi. Struktur tarif berubah sehingga penyesuaian ini mendesak,” tandasnya.(Pbm2)
Komentar