Perda Nomor 4 Tahun 2019 Jadi Payung Hukum Desa Adat Untuk Memperluas Usaha Desa Adat
Denpasar, PorosBali.com- Dalam menata fundamental desa adat di Bali berpedoman pada visi “Nangun Sat Kerthi Loka Bali.” Yang mengandung makna menjaga kesucian dan keharmonisan alam Bali beserta isinya untuk mewujudkan kehidupan krama Bali yang sejahtera dan bahagia, sekala-niskala menuju kehidupan krama dan gumi Bali sesuai dengan prinsip Trisakti Bung Karno yakni berdaulat secara politik, berdikari secara ekonomi, dan berkepribadian dalam Kebudayaan. Melalui pembangunan secara terpola, menyeluruh, terencana, terarah, dan terintegrasi dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan nilai-nilai pancasila.
Visi tersebut dimaksudkan untuk menuju Bali Era Baru dengan menata secara fundamental dan komprehensif pembangunan Bali yang mencakup tiga aspek utama yakni alam, krama dan kebudayaan Bali berdasarkan nilai-nilai Tri Hita Karana yang berakar dari kearifan lokal Sad Kerthi.
Mewujudkan Bali Era Baru tersebut ditandai dengan tatanan kehidupan baru, Bali yang Kawista, Bali kang tata-titi tentram kerta raharja, gemah ripah lohjinawi, yakni tatanan kehidupan holistik yang meliputi 3 (tiga) dimensi utama, yakni bisa menjaga keseimbangan alam, krama dan kebudayaan Bali. Dimensi kedua, bisa memenuhi kebutuhan, harapan, dan aspirasi krama Bali dalam berbagai aspek kehidupan, serta dimensi ketiga merupakan manajemen risiko atau risk management, yakni memiliki kesiapan yang cukup dalam mengantisipasi munculnya permasalahan dan tantangan baru dalam tataran lokal, nasional dan global yang akan berdampak secara positif maupun negatif terhadap masa yang akan datang.
Dalam mwujudkan visi tersebut ditempuh dalam 22 misi untuk memperkuat kedudukan, tugas dan fungsi desa adat dalam menyelenggerakan kehidupan krama Bali yang meliputi parhyangan, pawongan dan pelemahan.
Dalam upaya memperkuat kedudukan, tugas dan fungsi desa adat di Bali pemerintah provinsi bali telah mengeluarkan kebijakan strategis antara lain, menetapkan PERDA Nomor 4 tahun 2019 tentang desa adat di Bali, menetapkan PERGUB Nomor 34 Tahun 2019 tentang Pengelolaan keuangan desa adat di Bali, menetapkan PERGUB Bali Nomor 4 Tahun 2020 tentang peraturan pelaksanaan peraturan aderah nomor 4 tahun 2019 tentang desa adat, memberikan dana desa yang bersumber dari alokasi APBD semesta berencana provinsi Bali kepada desa adat, dan membangun gedung Majelis Desa adat Provinsi Bali kecuali gedung MDA Kabupaten Gianyar. Dan payung hukum yang sedang di rancang ini, nantinya diharapkan dapat menjadi kekuatan dan legalitas bagi desa adat untuk memperluas usaha yang di kelola oleh desa adat itu sendiri. Hal ini disampaikan Wakil Gubernur Bali Prof. Tjok. Oka Artha Ardhana Sukawati saat membacakan penyampaian penjelasan Gubernur Bali terhadap RAPERDA tentang Baga Utsaha Padruwen Desa Adat Di Bali, di Ruang Sidang Utama Gedung DPRD Provinsi Bali, Senin (10/5).
PERDA Provinsi Bali Nomor 4 Tahun 2019 tentang desa adat di Bali memberikan peluang kepada desa adat untuk membentuk baga utsaha padruwen desa adat atau BUPDA yang merupakan lembaga usaha yang dimiliki desa adat yang melaksanakan kegiatan ekonomi real , jasa dan pelayanan umum yang diselenggarakan berdasarkan hukum adat serta di kelola dengan ditata kelola modern untuk meningkatkan kesejahteraan dan kemandirian krama desa adat, untuk keberlanjutan penyelenggaraan unit sektor real desa adat diperlukan payung hukum yang memadai berpa peraturan daerah (PERDA) untuk memberikan kepastian dan perlindungan hukum terhadap sistem perekonomian desa adat di Bali.
Secara filosofis desa adat memiliki tugas sosial, ekonomi dan keagamaan serta untuk emmelihara kesucian dan keharmonisan alam bali beserta kehidupan krama yang sejahtera dan bahagia secara skala dan niskala. Secara sosiologi desa adat di Bali memiliki potensi dan peluang di bidang perekonomian yang perlu di tata pemanfaatan dan pengelolaannya secara sistematis melalui sistem perekonomian adat yang merupakan bagian dari sistem perekonomian nasional guna mewujudkan kehidupan krama Bali yang sejahtera dan bahagia, berdaulat secara politik, berdikari secara ekonomi dan berkepridaian secara berkebudayaan.
Secara yuridis rancangan PERDA tentang baga utsaha padruwen deas adat di Bali merupakan amanat dari Pasal 62 Ayat 3 Peraturan Daerah Nomor 4 Tahun 2019 tentang desa adat di Bali.
Maksud dari pengaturan RAPERDA tentang Baga Utsaha Padruwen Desa Adata (BUPDA) adalah untuk menjadi BUPDA sebagai kekuatan perekonomian Desa Adat yang mencerminkan nilai budaya yang sehat, kuat dan berkelanjutan dalam rangka mewujudkan panca kerta yakni lima jenjang kesejahteraan kolektif masyarakat Bali yang meliputi kerta angga yakni kesejahteraan perseorangan, kerta warga yakni kesejahteraan keluarga, kerta desa yakni kesejahteraan masyarakat desa, kerta Negara yakni kesejahteraan Negara dalam berbagai tingkatan dan kerta bhuwana yakni kelestarian dan keharmonisan alam semesta serta menunjang pelaksanaan panca yadnya di desa adat yang merupakan lima bentuk pengorbanan suci yang meliputi, Dewa Yadnya, Pitra Yadnya, Rsi Yadnya, Manusia Yadnya dan Putra Yadnya.
Tujuan pengaturan RAPERDA tentang Baga Utsaha Padruwen Desa Adat adalah agar pengelolaan BUPDA dilakukan secara professional dan modern dengan tata kelola berdasarkan hukum adat yang menerapkan prinsip nilai adat, tradisi, nilai adat, budaya dan kearaifan lokal Bali. Tata kelola usaha yang baik, prinsip kehati-hatian dan praktek pengelolaan usaha yang baik dan terkini agar BUPDA tumbuh dan berkembang dengan sehat, kuat, bermanfaat dan berkelanjutan bagi desa adat. (Pbm1)
Komentar