Apresiasi Kinerja Polri Tangkap Buronan Djoko Tjandra, "Panglima Hukum"Togar Situmorang: Luar Biasa!
- 02 Agustus 2020
- Hukum & Kriminal
- Nasional
Denpasar, PorosBali.com- Berakhir sudah, petualangan Djoko Soegiarto Tjandra alias Djoko Tjandra. Jumat, 31 Juli 2020, buronan kasus pengalihan hak (Cessie) Bank Bali itu dijemput paksa langsung oleh Kabareskrim Polri Komjen Listyo Sigit Prabowo dari Malaysia ke Indonesia.
Penangkapan Djoko Tjandra ini pun mendapat apresiasi luas dari masyarakat, tak terkecuali pengamat kebijakan publik yang juga advokat senior Togar Situmorang, SH, MH, MAP. Ia berpandangan, kerja sama Polri dengan Polis Diraja Malaysia melalui mekanisme police to police, sangat luar biasa dalam membekuk Djoko Tjandra yang seharusnya sudah disel sejak tahun 2009 dengan hukuman 2,5 tahun itu.
“Kami sangat mengapresiasi. Polri bekerja sangat keras dan optimal dalam aksi penangkapan Djoko Tjandra ini,” kata Togar Situmorang, di Denpasar, Jumat (31/7/2020).
Diketahui, Djoko Tjandra beberapa minggu belakangan ini telah membuat gaduh penegakan hukum dan menjadi perhatian publik. Ia bisa berada di Indonesia walau sebagai buronan, juga mendaftarkan permohonan peninjauan kembali (PK).
Namun sepandai-pandainya tupai melompat, pada akhirnya tetap jatuh juga. Sebab instruksi Presiden Joko Widodo kepada Kapolri Idham Azis untuk agar segera menangkap Djoko Tjandra dimanapun keberadaannya guna menuntaskan persoalan hukum Cassie Bank Bali, ditindaklanjuti Kapolri dengan membentuk tim khusus. Tim ini pun sudah bekerja secara intensif dan dipimpin langsung oleh Kabareskrim Komjen Listyo Sigit Prabowo, hingga akhirnya membekuk Djoko Tjandra.
“Kasus ini mendapat perhatian serius dari Bapak Presiden,” ujar Togar Situmorang, sembari membeberkan perjalanan kasus ini.
Menurut dia, awal kejadian terkait Cessie Bank Bali saat Direktur Utama Bank Bali kala itu, Rudy Ramli, kesulitan menagih piutangnya yang tertanam di brankas Bank Bank Dagang Nasional Indonesia (BDNI), Bank Umum Nasional (BUM), dan Bank Tiara pada tahun 1997. Total piutang Bank Bali di tiga bank itu sekitar Rp 3 triliun. Hingga ketiga bank itu masuk perawatan Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN), tagihan tersebut tak kunjung cair.
Di tengah perjalanan, Rudy Ramli menjalin kerja sama dengan PT Era Giat Prima (EGP) di mana Djoko Tjandra duduk selaku Direktur dan Setya Novanto yang saat itu Bendahara Partai Golkar menjabat Direktur Utama. Pada Januari 1999, antara Rudy Ramli dan PT EGP menandatangani perjanjian pengalihan hak tagih.
Selanjutnya, PT EGP menerima fee yang besarnya setengah dari uang yang dapat ditagih. Bank Indonesia (BI) dan BPPN akhirnya setuju mengucurkan dana Bank Bali itu. Jumlahnya Rp 905 miliar. Namun Bank Bali hanya mendapat Rp 359 miliar. Sisanya, sekitar 60 persen atau Rp 546 miliar, masuk rekening PT EGP.
“Konon, kekuatan politik turut andil dalam proyek ini. Saat itu sejumlah politikus disebut-sebut terlibat untuk ”membolak-balikkan” aturan dengan tujuan proyek pengucuran dana tersebut. Skandal ini diduga berkaitan erat dengan pengumpulan dana untuk politik saat itu,” tutur Togar Situmorang, yang juga Dewan Pakar Forum Bela Negara Provinsi Bali ini.
Perlahan-lahan, kejanggalan itu mulai terkuak. Cessie itu, misalnya, tak diketahui BPPN. Padahal saat diteken, BDNI sudah masuk perawatan BPPN. Cessie itu juga tak dilaporkan ke Bapepam dan PT BEJ, padahal Bank Bali sudah masuk bursa.
“Selain itu, penagihan kepada BPPN ternyata tetap dilakukan Bank Bali, bukan PT Era Giat,” ujar Ketua Hukum RS dr Moedjito Dwidjosiswojo Jombang, Jawa Timur itu.
Ketika itu, imbuhnya, Ketua BPPN Glenn MS Yusuf sadar akan kejanggalan Cessie Bank Bali dan kemudian membatalkan perjanjian Cessie. Atas kejadian tersebut, penyelidikan pun mulai dilakukan.
Saat itu, Setya Novanto menggugat BPPN ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) dan menang. Walau tetap menang di tingkat banding, Mahkamah Agung (MA) melalui putusan kasasinya pada November 2004, memenangkan BPPN.
PT EGP juga membawa kasus ini ke ranah perdata dengan menggugat Bank Bali dan BI agar mencairkan dana Rp 546 miliar. Pengadilan, pada April 2000, memutuskan PT EGP berhak atas dana lebih dari setengah triliun rupiah itu.
Kasus ini terus bergulir ke tingkat selanjutnya. Melalui putusan kasasinya, Mahkamah Agung memutuskan dana itu milik Bank Bali. Di tingkat peninjauan kembali, putusan itu tetap sama.
Di saat bersamaan, Kejagung mengambil alih kasus ini dan menetapkan sejumlah tersangka, antara lain Djoko Tjandra, Syahril Sabirin (Gubernur BI), Pande Lubis (Wakil Kepala BPPN), Rudy Ramli, hingga Tanri Abeng (Menteri Pendayagunaan BUMN).
Mereka dituding telah melakukan korupsi yang merugikan negara. Kejaksaan menyita dana Rp 546 miliar itu dan menitipkan ke rekening penampungan (escrow account) di Bank Bali.
Dari sekian banyak tersangka, akhirnya hanya tiga orang yang diadili yaitu Djoko Tjandra, Syahril, dan Pande Lubis. Pande Lubis dihukum empat tahun penjara atas putusan MA tahun 2004. Adapun Syahril Sabirin, kendati Pengadilan Negeri menjatuhkan vonis penjara tiga tahun, belakangan hakim pengadilan banding dan hakim kasasi menganulir putusan itu.
Yang kontroversial adalah Djoko Tjandra. Selain hanya dituntut ringan, hanya sebelas bulan, Pengadilan Negeri Jakarta Selatan kemudian memutusnya bebas. Di tingkat kasasi, lagi-lagi Djoko Tjandra dinyatakan bebas.
Satu-satunya hakim kasasi yang saat itu melakukan dissenting opinion atas putusan Djoko Tjandra adalah Hakim Agung Artijo Alkostar. Kejaksaan tak menyerah dengan mengajukan upaya hukum luar biasa, yakni melalui mekanisme peninjauan kembali (PK).
“Hasilnya memang tak sia-sia. MA akhirnya memutuskan Djoko Tjandra dan Sjahril Sabirin bersalah dan mengukum keduanya dua tahun penjara. Namun belakangan, Djoko Tjandra sudah terlebih dahulu kabur ke luar negeri. Dan kita mengapresiasi Polri, karena buronan ini sudah ditangkap,” pungkas Founder dan CEO Firma Hukum di Law Firm Togar Situmorang yang beralamat di Jalan Tukad Citarum Nomor 5A Renon, Denpasar (pusat), dan Cabang Denpasar di Jalan Gatot Subroto Timur Nomor 22 Kesiman, Denpasar serta Cabang Jakarta di Gedung Piccadilly Room 1003-1004, Jalan Kemang Selatan Raya Nomor 99, Jakarta Selatan, ini. (Pbm1)
Komentar