Era New Normal, Bantu Anak Terhindar dari Gangguan Kesehatan Jiwa
Jakarta, Porosbali.com- Menghadapi situasi new normal akibat pandemi Covid-19 bukanlah hal mudah bagi anak maupun orang tua. Setiap individu perlu beradaptasi kembali pada perilaku yang tidak biasa.
Menurut Psikolog dari Himpunan Psikologi Indonesia (HIMPSI) Debora Basaria, tidak hanya pada orang dewasa kondisi psikologis anak juga rentan terganggu oleh situasi yang saat ini tidak menentu.
“Walaupun mungkin anak-anak tidak begitu mengerti tentang kondisi saat ini, anak-anak juga dapat merasa tertekan akibat rasa takut, cemas, dan kebingungan yang dilihat dari lingkungan di sekitarnya. Kondisi masing-masing anak bisa jadi berbeda, tergantung pada pemaknaan anak itu sendiri,” ujar Debora dalam Webinar Bincang Ahli dan Kelas Inspirasi Anak (BAKIAK) tentang ‘New Normal dan Kesehatan Jiwa Bagi Anak’ yang digelar Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Rabu (01/7).
Dikutip dari The Union Journal, ada berbagai dampak yang mungkin terjadi pada anak seperti perilaku regresif misalnya anak mengalami kemunduran dalam bersikap dan berperilaku, perubahan nafsu makan, dan mengalami gangguan tidur. Perubahan suasana hati seperti mudah marah dan menangis, mencari jaminan perlindungan dari orangtua, keluhan somatik, hingga sulit berkonsentrasi.
Menurut Debora, ada banyak hal yang bisa dilakukan untuk mengatasi dampak tersebut. “Bagi orang tua, jelaskan pada anak kondisi saat ini dan hal yang harus mereka antisipasi, gunakan bahasa yang sederhana dan konkret. Luangkan waktu lebih, dukung anak selama belajar di rumah dan sediakan waktu untuk bermain. Sedangkan bagi anak, disarankan lebih banyak berbicara dan berdiskusi bersama orang dewasa seperti orangtua, atau saudara. Keluarkan apa yang dipikirkan dan dirasakan, tidak perlu merasa takut atau khawatir,” jelasnya.
Sementara itu, Psikolog Klinis Annisa Poedji mengatakan cara anak berbeda-beda dalam menyampaikan pikiran dan mengekspresikan perasaannya, sehingga orangtua atau teman sebaya perlu memikirkan cara-cara terbaik untuk melakukan pendekatan.
“Bisa jadi ada anak yang jarang bicara karena karakternya tertutup atau introvert atau cara mengekspresikan perasaannya tidak melalui verbal atau lisan. Kita yang perlu proaktif pendekatan dan menawarkan berbagai alternatif untuk mengungkapkan pikiran dan perasaan tidak hanya lewat verbal, tapi bisa lewat tulisan atau gambar. Mungkin dengan media itu membantu mereka bercerita dengan lebih nyaman. Pastikan juga tempat ngobrolnya, nyaman bagi anak untuk mengekspresikan apa yang dia rasakan,” kata Annisa.
Deputi Bidang Tumbuh Kembang Anak Kemen PPPA Lenny N Rosalin menjelaskan jika pengaruh positif teman sebaya juga menjadi salah satu hal penting untuk mewujudkan kesehatan jiwa bagi anak-anak dan remaja.
Oleh karena itu, Lenny mengajak agar anak dapat berperan sebagai pelopor dan pelapor bagi orang disekitarnya.
“Anak bisa berperan sebagai 2P yaitu pelopor dan pelapor dengan saling sharing teman sebaya. Sharing atau berbagi cerita itu bisa turut meringankan kecemasan yang dirasakan anak. Kalau kalian merasa tidak bisa memberikan bantuan, kalian juga bisa melapor ke ahlinya. Misalnya menanyakan ke orangtua, mereka bisa menindaklanjuti ke psikolog atau pusat bantu layanan lainnya,” tutur Lenny.
Lenny menambahkan, dampak psikologis bagi individu masih akan berlangsung, meskipun masa PSBB telah lewat.
Sehingga konsultasi-konsultasi untuk mengatasi masalah kesehatan mental masih sangat diperlukan termasuk pada anak.
Adapun layanan yang dapat diakses melalui Layanan PUSPAGA (Pusat Pembelajaran Keluarga) yang tersebar 135 PUSPAGA di 12 Provinsi dan 120 Kab/Kota, dan Layanan konsultasi psikologi SEJIWA (Sehat Jiwa) di Hotline Telepon 119 (ext.8).
“Kita harus bantu jangan sampai anak-anak mengalami gangguan kesehatan jiwa, karena kalau sudah mengalami ini pasti perlu waktu untuk pemulihanya, dan tentunya akan menggangu proses belajar mengajar, tumbuh kembang anak dan kualitas hidup mereka,” tambah Lenny. (Pbm3)
Komentar