Pendapatan Masyarakat Bali Turun Akibat Pariwisata Melambat
- 20 Mei 2020
- Ekonomi & Bisnis
- Denpasar
Denpasar, Porosbali.com-Dampak Covid-19 akan membaik dalam 6 – 9 bulan ke depan dalam rangka melaksanakan salah satu tugas di bidang survei serta demi meningkatkan kualitas kajian dan analisis Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Bali mengadakan survei dan liaison kepada responden di wilayah provinsi Bali.
“Sebagai salah satu kontribusi Bank Indonesia kepada stakeholder, Bank Indonesia menyelenggarakan kegiatan SURYA (Survei Bicara) yang merupakan kegiatan disseminasi hasil hasil survei Bank Indonsia,” kata Kepala Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Bali Trisno Nugroho, Selasa (19/5/2020).
Topik disseminasi kali ini adalah perkembangan ekonomi dan dunia usaha terkait dampak Covid 19.
Perekonomian Bali pada triwulan I – 2020 terkontraksi sebesar -1,14% disebabkan oleh menurunnya kinerja pariwisata di tengah pandemi COVID-19 yang melanda hampir seluruh negara di dunia.
‘Kinerja beberapa sektor utama pendukung pariwisata mengalami kontraksi pertumbuhan seperti sektor akamodasi dan makan minum, transportasi serta perdagangan,” jelasnya.
Lebih lanjut, penurunan kinerja pariwisata tersebut juga berdampak terhadap menurunnya pendapatan masyarakat yang selanjutnya akan memengaruhi konsumsi masyarakat. Pada triwulan I – 2020, konsumsi rumah tangga melambat dengan tumbuh 2,9% (yoy) dari triwulan sebelumnya yang mampu tumbuh 5,7% (yoy).
Kontraksi dalam perekonomian Bali tersebut juga terkonfirmasi dari beberapa survei yang dilakukan oleh KPw BI Provinsi Bali seperti Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU), Survei Konsumen (SK) dan Survei Penjualan Eceran (SPE) serta survei insidentil mengenai kondisi dunia usaha maupun pendapatan masyarakat.
Hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU) terhadap 129 responden pada triwulan I – 2020 menunjukkan penurunan dengan nilai Saldo Bersih Tertimbang -31,9%, dibandingkan triwulan IV – 2019 yang masih tumbuh 20%. Penurunan tersebut terutama bersumber dari penurunan kinerja sektor akomodasi makan dan minum yang mencapai 16,77% serta Perdagangan Besar dan Eceran sebesar 5,30%.
Kinerja penjualan eceran tertekan terutama sejak bulan Maret 2020. Indeks Perdagangan Riil Provinsi Bali turun mencapai 18% pada bulan Maret 2020. Kontraksi diperkirakan masih berlanjut di bulan April 2020 dengan penurunan yang lebih dalam.
Beberapa komoditas yang mengalami penurunan penjualan cukup dalam adalah untuk makanan, minuman dan tembakau dan sandang. Kondisi ini sejalan dengan menurunnya permintaan dari hotel dan restoran yang saat ini beroperasi secara minimal bahkan mengalami penutupan sementara.
Selanjutnya berdasarkan survei mengenai persepsi bisnis dan tenaga kerja terhadap 60 perusahaan pada bulan April 2020, 94% responden menyatakan bahwa Penyebaran COVID-19 berdampak terhadap kinerja usaha saat ini.
Kondisi ini menyebabkan terdapat 28% responden yang menghentikan usaha sementara tertama di bidang transportasi, akomodasi dan restoran, perdagangan serta jasa lainnya (travel agent). Sementara itu 66% responden menyatakan bahwa meski usaha masih tetap berjalan namun saat ini mengalami penurunan omset.
Kondisi ini mengakibatkan perusahaan menerapkan kebijakan untuk mengurangi jumlah pegawai. Saat ini, 53% responden menyatakan perusahaan sudah menerapkan pengurangan jumlah karyawan, mayoritas melalui kebijakan cuti diluar tanggungan.
Sementara itu, 8% perusahaan menyatakan sudah mulai menerapkan PHK bagi pegawai. Ke depan, dunia usaha berpendapat bahwa situasi ini hanya bersifat sementara.
Pelaku usaha berpendapat bahwa permintaan akan kembali membaik dalam 6 – 9 bulan (sampai akhir tahun 2020). Ke depan, dunia usaha masih memandang prospek perekonomian di Bali pasca adanya COVID-19.
Lebih lanjut, menurunnya kinerja perkembangan di dunia usaha tersebut juga berdampak kepada kinerja konsumsi masyarakat. Hasil Survei Konsumen bulan April menunjukkan bahwa Indeks Keyakinan Konsumen saat ini sudah mencapai ke level pesimis.
Penurunan yang cukup dalam terutama untuk persepsi akan kondisi saat ini baik dalam hal jumlah penghasilan maupun ketersediaan lapangan kerja.
Hasil survei Bank Indonesia kepada 200 responden pada bulan April 2020 menyatakan bahwa penyebaran COVID-19 mengakibatkan penurunan pendapatan untuk 78% responden.
Menurunnya pendapatan disebabkan oleh menurunnya penjualan serta adanya kebijakan pengurangan jam kerja, gaji dan insentif. Penurunan tersebut terutama dialami oleh pekerja di sektor pertanian, jasa pendidikan, dan jasa administrasi pemerintahan.
Adanya penurunan pendapatan direspon dengan menurunkan biaya kebutuhan sehari-hari oleh 61,5% responden. Responden yang mengurangi biaya kebutuhan sehari-hari terutama yang memiliki pendapatan lebih rendah. Selanjutnya, besar penurunan tersebut diperkirakan mayoritas sebesar 10 – 30% dari pengeluaran sebelumnya.
Selanjutnya, semakin meluasnya penyebaran COVID-19 serta kebijakan “School From Home” dan “Work From Home” juga menyebabkan perubahan dalam pola belanja di masyarakat.
Berdasarkan hasil survei dari Nielsen Indonesia, saat ini masyarakat cenderung untuk mengurangi aktivitas berkunjung ke supermarket serta kegiatan makan di luar rumah. Masyarakat mengganti menjadi aktivitas memasak sendiri di rumah serta melakukan pembelian kebutuhan secara online.
Kondisi ini mengakibatkan peningkatan pengeluaran konsumsi rumah tangga untuk telekomunikasi maupun FMCG. Sebaliknya, pengeluaran untuk transportasi, pendidikan, serta leisure (wisata, makan di luar) mengalami penurunan.
Selanjutnya, Nielsen juga menyatakan bahwa pola konsumsi menjelang hari raya lebaran tahun 2020 juga diperkirakan akan sedikit berbeda dari tahun-tahun sebelumnya.
Hal ini disebabkan oleh beberapa budaya terkait dengan puasa dan lebaran yang tidak dapat diselenggarakan seperti kumpul dan buka bersama, mudik, serta silaturahmi di hari lebaran.
Di samping itu, belum adanya kepastian mendapatkan THR bagi masyarakat yang terdampak juga menyebabkan terbatasnya pendapatan tambahan di tahun hari raya tahun ini.
Untuk mengantisipasi kondisi tersebut, pelaku usaha diharapkan dapat lebih berinovasi dalam menciptakan peluang-peluang usaha yang sesuai dengan kondisi saat ini. Selanjutnya, dunia usaha juga perlu mempersiapkan ketika dunia sudah mulai akan memasuki kehidupan yang disebut dengan “living a new normal. (Pbm1)
Komentar