Media Berita Online Bali Terkini, Kabar Terbaru Bali - Beritabali.com

Puncak Karya Pitra Yadnya Ngaben Massal di Desa Adat Asak

Pelaksanaan Ngaben Massal di Desa Adat Asak (atas) dan Manggala Puri Karangasem selaku Upasaksi Karya diterima Bendesa Adat Asak, Wayan Segara dan Ketua Panitia, Ketut Suta didampingi prajuru. (foto/pbm)

Karangasem, PorosBali.com- Puncak Karya Pitra Yadnya "Ngaben Massal" yang digelar oleh Desa Adat Asak, Kecamatan Karangasem, Kabupaten Karangasem dilaksanakan pada Jumat (23/8/2024). Ngaben Massal kedua ini diikuti oleh 137 sawo di tiga banjar dinas dan dua banjar adat dengan biaya per sawa hanya Rp 3,5 juta. Puncak karya Ngaben Massal dipuput oleh Ida Pandita Rsi dari Griya Asak, Geria Tohpati Klungkung, dan dari Griya Budakeling Karangasem.

Kelian Desa Adat Asak I Wayan Segara mengemukakan, pada Jumat ini (23/8/2024) merupakan puncak Ngaben Massal yang digelar di dua setra yang ada di Desa Adat Asak yakni setra tempat pembakaran dan setra untuk "mependem" (dikubur). Selanjutnya, Ida Pandita Rsi akan muput pertama di setra pendem, kedua di setra tempat pembakaran. “Ida Pandita Rsi akan muput di dua setra tersebut,” ujarnya, di sela-sela kegiatan.

Kelian Desa Adat Asak, I Wayan Segara (foto/Pbm)

 

Ia menceritakan di Desa Adat Asak ada dua versi yakni versi dibakar dan versi dipendem. “Upakaranya pun seperti itu. Ada yang Ngeroras dan ada yang Mejong. Yang dikubur Mejong, yang dibakar Ngeroras. Upacara dilaksanakan sampai Upacara Melinggih,” jelas Segara.

Inti dari upakara ngaben massal ini, kata Segara, untuk meringankan beban masyarakat baik biaya maupun beban fisik. Desa adat juga berusaha menghindarkan masyarakatnya jangan banyak ke kremasi. Menurutnya, biaya kremasi jauh lebih tinggi daripada mengikuti ngaben massal di desa adat. Maka dari itu, dia memastikan upacara ngaben massal akan tetap diadakan setiap 5 tahun sekali.

Lebih lanjut Wayan Segara menyatakan terkait biaya, masing-masing sawa dikenakan Rp 3,5 juta. Masyarakat yang tidak punya sawa dikenakan istilahnya pengganti kundangan hanya Rp 300.000. “Masyarakat yang tidak punya sawa, kami sepakat mengenakan pengganti kundangan Rp 300.000,” katanya sembari menambahkan, hingga saat ini tidak ada donasi dari pihak ketiga untuk upacara ngaben massal yang digelar.

Terkait warga Desa Adat Asak terdiri atas banyak warna maupun soroh, Wayan Segara mengakui di desa adat memang terdiri atas banyak warna. Namun inilah yang diterima dari leluhur, biarpun berbeda tetapi bisa disatukan. “Perbedaannya hanya dibakar dan dipendem. Dibakar bisa saja dari semua warna, begitu juga yang dipendem. Hingga kini perlakuannya biasa saja dan bisa diterima oleh warga secara keseluruhan,” ungkapnya.

Untuk rangkaian upacara, Secara menjelaskan secara rinci, sejak 20 Agustus dilaksanakan upacara Ngaskara, pada 21 dan 22 Agustus digelar acara Narpana, pada 23 Agustus juga didahului dengan Narpana lanjut ke setra. “Ini rangkaian kegiatan yang kami lakukan serangkaian Nagaben Massal di Desa Adat Asak,” ungkapnya.

Lembu yang digunakan saat Ngaben Massal. (foto/pbm)

 

Ditambahkan, pada puncak karya, pagi-pagi warga melakukan mebat (mengolah daging) untuk konsumsi maupun untuk perlengkapan upakara. Setelah itu, makan bersama atau magibung dan menunggu untuk keberangkatan ke setra. “Setelah proses pembakaran atau diprateka ulang, Ida Pedanda muput, barulah dilakukan prosesi nganyud ke segara. Karya ngaben bersama ini digelar ngelanus hingga melinggih tapi tidak dalam satu hari. Setelah ngaben, hari berikutnya diikuti upacara Mejong, Ngeroras dan terakhir ngelinggihan Ida Hyang Pitara,” ujarnya.

Sementara Ketua Panitia Ngaben Massal, Ketut Suta menyebutkan, puncak upakara ngaben massal diawali dengan acara Ngelungah. Selanjutnya, paling lambat sekitar pukul 11.00, masyarakat sudah harus berangkat ke setra. Berikutnya barulah ke segara (laut).

Ia mengatakan puncak karya dihadiri Manggala Puri Karangasem selaku Upasaksi Karya.

Ketua panitia, I Ketut Suta. (foto/pbm)

 

Terkait persiapan karya, Ketut Suta menyatakan, sebagai penggagas dan mantan kelian desa adat, acara ini dipersiapkan sejak dua bulan yang lalu. Sejak satu bulan terakhir, pihaknya mulai menyiapkan upakaranya. “Ada yang beli ada yang dibuat. Rangkaian upacara ada pengabenan para Arya dan Bali Mula. Bali Mula ke setra dulu dan arya ke setra kauh,” ujarnya.

Ketut Suta mengungkapkan tak mengalami kendala untuk pelaksanaan karya ngaben massal ini. “Astungkara tidak ada, karena kita sudah sepakat dan berikrar dan acara ngaben massal ini harus berjalan dengan sangat baik,” pungkas Ketut Suta. 

Sekaa bondres Bujaga Puspa yang turut menghibur saat upacara Ngaben Massal di Desa Adat Asak. (foto/pbm)

 

Pada pelaksanaan upacara Ngaben Massal kali ini turut dimeriahkan pementasan seni salah satunya bondres dari Sekaa Bujaga Puspa beranggotakan gabungan seniman dari Ketewel (Gianyar), Bangli, dan Karangasem dengan judul "Tutur Kebo Anglatik" yang dianggap pelengkap ke-7 dalam "Saptu Suara". (pbm7)


TAGS :

Komentar