Media Berita Online Bali Terkini, Kabar Terbaru Bali - Beritabali.com

Ngaben, Mejong dan Ngeroras Massal di Desa Adat Asak, Perkuat Karakter Masyarakat Berbasis Desa Adat

Bupati Karangasem, I Gede Dana bersama prajuru dan panitia Upacara Ngaben, Mejong dan Ngeroras Massal di Desa Adat Asak, Rabu (21/8/2024).(foto/pbm)

Karangasem, PorosBali.com-  Sebanyak 137 sawa dan 83 ngelungah diupacara dalam Upacara Ngaben, Mejong dan Ngeroras Massal yang digelar oleh Desa Adat Asak, Kecamatan Karangasem, Kabupaten Karangasem tahun 2024. Upacara ini merupakan program lima tahunan dari Desa Adat Asak.

Menurut Ketua Panitia, Ketut Suta, pada upacara ini, setiap warga yang memiliki sawa, hanya dikenakan biaya sebesar Rp 3,5 juta, sampai ngelinggihang. Sedangkan untuk prosesi ngelungah tidak dikenakan biaya alias gratis

Lebih lanjut dikatakan, untuk rangkaian upacara  pada Selasa 20 Agustus 2024 malam, digelar prosesi Mungkah Tumpang Salu, Narpana, Meras Cucu, dan Mapetik. Sedangkan, untuk upacara lanjutan pada Rabu 21 Agustus 2024, kembali digelar prosesi Narpana yang di puput Ida Sulinggih saking Budakeling, Karangasem.

Ketua Panitia, Ketut Suta (kanan) bersama Bupati Karangasem, I Gede Dana. (foto/pbm)

Ngaben massal ini kata Suta, digelar sebagai upaya untuk memperkuat keberadaan Desa Adat, sesuai konsep yang dibangun para leluhur masa lalu. Yang mana, melalui upacara ngaben massal ini, bisa mempersatukan masyarakat, karena adanya konsep kebersamaan, bersatu untuk membangun adat. “Konsep Bali untuk memperkuat adat dan budaya, harus dimulai dari Desa Adat. Ke depan, pemimpin Bali termasuk MDA, harus tegas dalam menjaga adat, budaya Bali,” katanya berharap.

Bupati Karangasem, I Gede Dana menyerahkan punia yang diterima oleh Bendesa Adat Asak, Wayan Segara. (foto/pbm)

 

Support kami dari Desa Adat Asak, bagaimana membangun kualitas sumber daya manusia (SDM) khususnya adat. Sehingga ke depan, adat dan budaya warisan leluhur bisa terus terjaga. “Pemerintah daerah juga harus membuat karakter berbasis desa adat. Bagaimana kebersatuan dan keberlangsungan adat di Bali sesuai konsep Tri Hita Karana, yakni berdamai dengan Tuhan, berdamai dengan sesama, dan berdamai dengan lingkungan. Maka berbahagialah kita di Bali,” tegasnya.

Sulinggih yang muput Upacara Ngaben, Mejong dan Ngeroras Massal. (foto/pbm)

 

Rangkaian upacara Ngaben, Mejong dan Ngeroras Massal ini, sudah diawali dengan prosesi ngangkid atau ngeplugin di setra. Selain itu, ada juga di segara, karena di Desa Adat Asak, ada dua konsep ngaben yakni dibakar dan dikubur (dipendem). Untuk yang dibakar itu merupakan warga arya.d dan yang dipendem merupakan warga Bali Mula yang sudah tinggal di Desa Asak Sejak jaman dahulu.

Baca juga: Sekda Badung Adi Arnawa Hadiri Karya Melaspas Balai Tempekan Blubuh Sari, Kerobokan Kaja

Sedangkan untuk hari Selasa dilanjutkan dengan upacara Narpana, Meras Cucu, Maperik. Hari ini digelar narpana, rejang, wewalian dan tanggal 23 Agustus dilanjutkan puncak acara dan langsung di setra.

Sawa yang diikutsertakan dalam Upacara Ngaben, Mejong dan Ngeroras Massal yang digelar oleh Desa Adat Asak, Kecamatan Karangasem, Kabupaten Karangasem. (foto/pbm)

 

Bendesa Adat Asak, Wayan Segara, mengatakan, karya Ngaben massal, ngelanus hingga ngelinggihang ini, digelar untuk meringankan beban masyarakat. Selain itu, juga untuk menghindari masyarakat agar tidak menggelar ngaben di tempat krematorium. Karena menurutnya, Desa Adat Asak yang merupakan desa adat tua, memiliki adat istiadat yang sangat kuat, dalam mengatur semua warganya. 

“Di Desa Adat Asak ini mungkin satu-satunya ngaben dengan dua versi yakni ngaben versi dikubur dan versi dibakar. Dalam prosesinya, ada dua ‘Salu’ yakni yang dibakar dan yang dikubur,” kata Wayan Segara menuturkan.

Bendesa Adat Asak, Wayan Segara. (foto/pbm)

 

Lebih lanjut dijelaskan, untuk prosesi upacaranya juga berbeda. Yang mana, untuk yang dikubur, setelah upacara ngaben ada lanjutan prosesi yang dinamakan Mejong. Sedangkan, yang dibakar, upacaranya namanya ngeroras.

Dengan adat budaya yang sangat kuat, MDA juga mengimbau agar sebagai desa adat, bisa melakukan upacara di desa adat sendiri. Tujuannya agar budaya itu bisa tetap dipertahankan. “Kita di Desa Adat Asak tetap mempertahankan dan melestarikan budaya. Ini sudah dilakukan, dan ngaben masal ini dilaksanakan setiap 5 tahun sekali,” tutupnya. (pbm7)


TAGS :

Komentar