Atasi Persoalan Sampah Laut, Wagub Cok Ace: 'Hidupkan Kearifan Lokal'
- 10 Desember 2022
- Info & Peristiwa
- Denpasar
Denpasar, PorosBali.com- Persoalan lingkungan tidak akan pernah selesai selama masih ada kehidupan. Hal ini disampaikan oleh Wakil Gubernur Bali, Tjokorda Oka Artha Ardhana Sukawati yang sering dipanggil Cok Ace dalam sambutannya pada talkshow atau diskusi publik bertema "Pengelolaan Sampah Laut Mewujudkan Pariwisata Berkelanjutan" yang diselenggarakan oleh Nirwana Jawa Pos TV bersama Jaringan Jurnalis Peduli Sampah (J2PS) di Maya Resort & Spa, Sanur, Sabtu (10/12/2022).
"Saya tidak bisa bayangkan, apakah kita cukup hanya membersihkan sampahnya. Harus ada cara lain," ujar Cok Ace seraya memberi apresiasi pelaksanaan diskusi publik ini karena merupakan salah satu upaya menyuarakan permasalahan sampah untuk mencari solusinya.
"Bagaimana menghidupkan kearifan lokal untuk membersihkan sampah laut tak hanya secara sakala (nyata) tapi juga membutuhkan penyelesaian secara niskala (maya)," imbuhnya.
Cok Ace mengatakan, di Bali, persoalan penanganan sampah sejak dulu diupayakan dengan kedua cara itu. Namun ketika pariwisata Bali berkembang, sangat disayangkan sampah yang dihasilkan oleh industri mendominasi persoalan lingkungan di Bali.
“Sebelum industri pariwisata berkembang seperti sekarang, masyarakat Bali mengikuti pola masyarakat agraris, petani, pedagang dan nelayan,” kata Cok Ace.
Baca juga: Wakil Menteri Luar Negeri Republik Ceko, Wagub Cok. Ace Harap Perkuat Hubungan Bali-Ceko ke Depan
Menurut Cok Ace, kehidupan agraris membuat masyarakat Bali menjaga harmonisasi alam dengan konsep Tri Hita Karana. Demikian pula hubungan antara nelayan sebagai pawongan (warga masyarakat), laut sebagai parahyangan (Dewa Baruna) dan kehidupan pesisir sebagai palemahan (pemukiman penduduk).
“Apa bedanya keindahan pantai di Bali dengan pantai di luar Bali. Di Kawasan Indonesia Timur lautnya lebih indah, tapi Bali berbeda karena ada kearifan lokal yang terus hidup sampai sekarang,” ujar Cok Ace.
Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Menparekraf) Sandiaga Salahudin Uno dalam sambutannya secara virtual mengatakan, perubahan tren pariwisata menjadi smart green destination mendorong pengelolaan sampah lebih bertanggung jawab.
“Aksi nyata ini mendorong strategi penanganan sampah di kawasan pesisir untuk pariwisata berkelanjutan,” tegas Sandiaga.
Dikatakan, Kementerian Pariwisata juga telah menyiapkan rencana aksi berupa pengolahan sampah laut di wilayah pesisir dan destinasi wisata. "Ini sebagai aksi nyata untuk mewujudkan green tourism,” ucapnya.
Kadis Kehutanan dan Lingkungan Hidup Provinsi Bali, I Made Teja menekankan pentingnya pengolahan sampah berbasis sumber. Hal ini sesuai dengan Peraturan Gubernur (Pergub) Bali No.47/2019 untuk melindungi lingkungan di Bali.
“Lalu ada pula Peraturan Gubernur Bali Nomor 24 Tahun 2020 Tentang Perlindungan Danau, Mata Air, Sungai dan Laut,” jelasnya.
Potensi wisata di Bali, menurutnya mendatangkan wisatawan yang berdampak positif terhadap pertumbuhan ekonomi pada masyarakat dan Pemerintah Provinsi Bali. Akan tetapi, di sisi lain juga berdampak pada banyaknya jumlah sampah yang ada.
“Kita selalu serukan slogan desaku bersih tanpa mengotori desa lain,” tegasnya.
Sedangkan Ketua Asosiasi Pengusaha Sampah Indonesia (APSI) DPD Bali Nusra Putu Ivan Yunatana menyebut, masih banyak masyarakat yang belum memiliki pemahaman terhadap sampah yang sebenarnya memiliki nilai ekonomi termasuk sampah laut.
“Sampah laut 80% nya berasal dari daratan menuju ke laut hanya 20% yang berasal dari kegiatan di laut,” ungkapnya.
Penanganan sampah tak sebatas infrastruktur saja, tapi bagaimana pemahaman dan perilaku masyarakat terhadap sampah harus menjadi prioritas.
“Diperlukan perubahan perilaku dari masyarakat dengan perilaku pemilahan dari sumber agar meminimalkan sampah yang dari daratan menuju ke laut,” kata Putu Ivan.
Pemahaman bahwa sampah merupakan sumber masalah itu adalah pemahaman yang salah. Karena kita di industri daur ulang sampah justru melihat adanya peluang besar di sini,” terangnya.
Karena kalau sampah banyak di laut khususnya sampah plastik menurutnya akan berdampak pada pariwisata karena sampah di laut akan menyebabkan wisatawan domestik maupun manca negara tidak nyaman untuk berlibur ke Bali.
“Juga berdampak pada lingkungan yakni kerusakan pada biodata atau ekosistem di laut. Selain itu berdampak juga pada kesehatan karena sampah plastik yang di laut dikonsumsi oleh hewan di laut yang yang mengandung mikroplastik yang kemudian hewan laut tersebut kita konsumsi sehari-hari,” jelasnya.
Putu Ivan mengatakan secara tidak langsung mikro plastik hewan laut tersebut kita konsumsi yang bisa berdampak pada kesehatan dengan berpotensi menimbulkan penyakit yang lebih serius pada tubuh kita.
“Sampah laut kala tidak dikelola berdampak pada tiga aspek yakni ekonomi dan pariwisata, lingkungan, serta kesehatan,” pungkas Putu Ivan.
Sementara Ketua J2PS Agustinus Apollonaris K. Daton yang kerap dipanggil Bang Polo ini memaparkan dalam UU Tentang Pengolahan Sampah No 18 Tahun 2008 sudah mengatur larangan membuang sampah yang bukan pada tempatnya. Apollo mengatakan politik anggaran di Indonesia belum berpihak pada sistem pengelolaan sampah terpadu.
“Anggaran pengolahan sampah masih belum menjadi prioritas utama. Padahal sampah akan menjadi persoalan serius bila tidak ditangani. Sebaliknya akan membawa berkah yang luar biasa bila ditangani,” pungkas Bang Polo.
Baca juga: Dilaunching, Digitalisasi Bank Sampah di TPS3R Desa Sidakarya, Denpasar
Pada kesempatan tersebut Wagub Cok Ace memberikan penghargaan kepada lima orang pejuang lingkungan di Bali. Kelima pejuang peduli sampah yang menerima penghargaan news maker tersebut adalah Agustinus Apollonaris K. Daton Ketua Jaringan Jurnalis Peduli Sampah (J2PS), I Made Aditiasthana Founder Yayasan Kaki Kita Sukasada (YKKS), Anastasia Olive selaku Direktur Utama Bali Waste Cycle (BWC), I Wayan Mertha Bandesa Adat Kedonganan, serta Eka Pande Mahendra seorang relawan disabilitas peduli sampah. (Pbm)
Komentar