Judicial Review Atas Perda Kabupaten/Kota, Mungkinkan?
- 22 Juli 2022
- Pendidikan
- Denpasar
PorosBali.com- Hak uji materi atau yang lebih dikenal dengan sebutan judicial review, seringkali muncul dan menjadi pembicaraan hangat, terlebih ketika terdapat pengesahan suatu undang-undang baru yang menimbulkan pro dan kontra dalam masyarakat. Sebagai contoh Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 Tentang Cipta Kerja yang disahkan akhir tahun 2020 lalu, telah 9 (sembilan) kali dimohonkan untuk dilakukan judicial review ke Mahkamah Konstitusi. Undang-undang tersebut menarik perhatian publik, direndanakan, dibahas, dan sesudah disahkan oleh DPR RI senantiasa menjadi perhatian, termasuk mengajukan judicial review.
Ada sementara orang yang mengartikan secara sempit judicial review. Bahwa judicial review merupakan pengujian khusus hanya terkait undang-undang yang substansinya tidak sesuai atau bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 (UUD NRI 1945). Sebenarnya tidak demikian adanya. Untuk lebih meyakinkan, berikut dikemukakan pendapat Jimly Asshiddiqie, seorang ahli hukum tata negara yang sekaligus pernah menjabat sebagai Ketua Mahkamah Konstitusi.
Menurut Jimly Asshiddiqie (2006) dalam bukunya berjudul Hukum Acara Pengujian Undang-Undang, judicial review diartikan sebagai pengujian yang dilakukan melalui mekanisme lembaga peradilan terhadap kebenaran suatu norma. Maksud dari mekanisme lembaga peradilan dapat kita lihat pada Pasal 9 Undang-Undang No. 12 tahun 2011 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (UU PPPU) yang menentukan bahwa apabila terdapat undang-undang yang diduga bertentangan dengan UUD NRI 1945, diujikannya oleh Mahkamah Konstitusi. Namun apabila ada dugaan peraturan perundang-undangan yang berada di bawah Undang-Undang bertentangan dengan undang-undang, diujikannya oleh Mahkamah Agung.
Untuk mengetahui peraturan apa saja yang berada di bawah undang-undang dapat diujikan dan peraturan lebih tinggi mana yang menjadi acuannya, dapat dirujuk Pasal 7 ayat (1) UU PPPU yang mengatur kedudukan/hierarki peraturan secara berurutan dari yang teratas: UUD NRI 1945, Ketetapan MPR (TAP MPR), Undang undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang, Peraturan Pemerintah, Peraturan Presiden, Peraturan Daerah Provinsi, dan Peraturan Daerah Kabupaten/Kota.
Berdasarkan ketentuan tersebut dapat diketahui bahwa hanya TAP MPR yang sampai saat ini belum diatur tata cara pengujiannya sehingga meskipun TAP MPR 1 (satu) tingkat di atas undang-undang, sesuai ketentuan yang berlaku, undang-undang diuji kesesuaiannya dengan UUD NRI 1945. Berdasarkan ketentuan pasal tersebut juga dapat diketahui bahwa judicial review sebenarnya tidak hanya terkait undang-undang yang diujikan kesesuaiannya dengan UUD NRI 1945 saja, tetapi mencakup juga berbagai Peraturan Perundang-undangan lain yang berlaku seperti Peraturan Presiden, Peraturan Pemerintah, termasuk pula Peraturan Daerah (Perda) Kabupaten/Kota yang bisa diujikan kesesuaiannya dengan Undang-undang oleh Mahkamah Agung.
Selain diberi kewenangan untuk menguji Perda Kabupaten/Kota, Mahkamah Agung juga mempunyai kewenangan untuk menguji Perda tersebut terhadap Peraturan Perundang-undangan yang lebih tinggi lainnya selain undang-undang sebagaimana diatur dalam Pasal 1 ayat (1) Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2011 Tentang Hak Uji Materiil Ketua Mahkamah Agung Republik Indonesia (PERMA Hak Uji Materiil). Pengujian terhadap Perda Kabupaten/Kota tidak hanya dapat dimohonkan kepada Mahkamah Agung, melainkan juga melalui Pengadilan Negeri tempat kedudukan pemohon, sepanjang permohonan yang diajukan sebatas uji materiil atau terkait dengan materi muatan Perda Kabupaten/Kota (Sebutkan dasar hukumnya?) sebagaimana diatur pada Pasal 2 ayat (1) huruf b PERMA Hak Uji Materiil.
Secara teknis, prosedur permohonan pengujian Perda Kabupaten/Kota relatif sederhana. Pemohon atau kuasanya membuat permohonan pengujian secara tertulis dalam Bahasa Indonesia yang ditujukan kepada Mahkamah Agung atau Pengadilan Negeri setempat. Permohonan sedapat mungkin memuat secara jelas alasan-alasan sebagai dasar uji/keberatan pemohon. Sementara yang berhak mengajukan permohonan adalah pihak yang menganggap haknya dirugikan atas berlakunya Perda Kabupaten/Kota dimaksud antara lain perseorangan warga negara Indonesia, kesatuan masyarakat hukum adat, dan badan hukum baik privat maupun publik.
Dengan demikian menjadi jelas bahwa terhadap Perda Kabupaten/Kota dapat dilakukan judicial review seperti halnya undang-undang. Hanya saja judicial review atas Perda dilakukan dalam hal bertentangan dengan undang-undang atau peraturan perundang-undangan lain yang lebih tinggi, di bawah undang-undang. Sementara lembaga peradilan yang mempunyai kewenangan untuk menguji Perda Kabupaten/Kota ada pada Mahkamah Agung atau dapat pula melalui Pengadilan Negeri di tempat kedudukan pemohon apabila yang diujikan hanya terkait materi muatan Perda Kabupaten/Kota. (*)
Oleh:
Bima Kumara Dwi Atmaja
Dosen Fakultas Hukum Universitas Udayana
Komentar