Penyelesaian Sengketa Perdata Melalui Mediasi
- 21 Juli 2022
- Pendidikan
- Denpasar
PorosBali.com- Perkembangan masyarakat di era digitalisasi yang semakin maju berpotensi menimbulkan berbagai permasalahan dalam interaksi sosial antar individu maupun masyarakat. Salah satunya adalah dalam lingkup dunia bisnis yang sangat lekat dengan aspek keperdataan. Sengketa-sengketa dalam hubungan dengan kontrak (perjanjian), hukum keluarga, maupun sengketa bisnis baik secara konvensional maupun elektronik merupakan beberapa bentuk sengketa keperdataan yang saat ini sering terjadi di masyarakat Indonesia. Atas kondisi tersebut, menjadi menarik untuk menemukan model (jenis) penyelesaian sengketa yang memiliki karakteristik yang sesuai dan dapat menjadi pilihan yang menguntungkan bagi para pihak untuk menyelesaikan sengketa (keperdataan) yang sedang dihadapinya.
Dalam hubungan dengan hal ini Undang-Undang No.48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman memberi peluang pilihan penyelesaian sengketa dalam dua model penyelesaian yaitu: (1) melalui jalur pengadilan (litigasi) dan (2) diluar pengadilan (non litigasi). Untuk menekan terjadinya penumpukan perkara di pengadilan serta menghindari penyelesaian sengketa pada jalur pengadilan yang cenderung berbelit-belit, mahal dan memakan waktu yang relatif lama, para pihak yang bersengketa dalam konteks keperdataan ada kalanya ditawarkan untuk dapat memaksimalkan ruang penyelesaian sengketa diluar jalur pengadilan yang dikenal juga dengan sebutan Alternatif Penyelesaian Sengketa.
Alternatif Penyelesaian Sengketa berdasarkan ketentuan Pasal 1 angka 10 Undang-Undang No.30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa (UU Arbitrase dan APS) diuraikan sebagai lembaga penyelesaian sengketa atau beda pendapat melalui prosedur yang disepakati para pihak, yakni penyelesaian diluar pengadilan dengan cara konsultasi, negoisasi, mediasi, konsiliasi atau penilaian ahli. Dari berbagai pilihan model (jenis) altenatif penyelesaian sengketa tersebut, mediasi merupakan salah satu model penyelesaian yang memiliki karakteristik menarik untuk dikaji lebih dalam karena merupakan cara penyelesaian sengketa secara damai yang melibatkan mediator (pihak ketiga) yang sifatnya netral.
Beberapa keunggulan karakteristik mediasi sebagai Altenatif Penyelesaian Sengketa antara lain: (1) Adanya pihak ketiga yang sifatnya netral, bersifat informal, mengedepankan prinsip win-win solution dalam penanganan perkara, kerahasiaan para pihak yang bersengketa lebih terjamin. (2) Para pihak berperan langsung dalam melakukan perundingan dan menentukan hasil perundingan, proses mediasi dapat mengesampingkan pembuktian, serta sebagai sarana penyelesaian yang sederhana, cepat dan dengan biaya relatif ringan.
Dengan keunggulan karakteristik yang dimilikinya, mediasi saat ini merupakan salah satu model (jenis) Alternatif Penyelesaian Sengketa yang telah di adopsi pada lingkungan peradilan (perdata) di Indonesia dengan mendasarkan pada Peraturan Mahkamah Agung No.1 Tahun 2016 tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan.
Pertimbangan lainnya bahwa mediasi merupakan cara penyelesaian sengketa secara damai yang dapat membuka akses lebih luas kepada para pihak untuk menyelesaikan sengketanya, mediasi merupakan bentuk implementasi asas sederhana, cepat dan biaya ringan. Mediasi juga merupakan bentuk implementasi dari ketentuan Pasal 130 Het Herziene Inlandsch Reglement (HIR) dan 154 Reglement Tot Regeling Van Het Rechtswezen in De Gewesten Buiten Java en Madura (RBg). Selain itu mediasi bertujuan untuk mengoptimalisasi fungsi lembaga peradilan dalam penyelesaian sengketa beberapa hal yang menjadi dasar utama diadopsinya mediasi dalam prosedur persidangan (perdata) di Indonesia.
Berdasarkan paparan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa mediasi merupakan salah satu bentuk alternatif penyelesaian sengketa yang memiliki berbagai keunggulan karakteristik sehingga layak “dipilih” dan “dimaksimalkan” para pihak dalam penyelesaian sengketa yang dihadapinya baik dengan menempuh jalur penyelesaian diluar pengadilan maupun dalam lingkungan peradilan (perdata) Indonesia.
Oleh:
Kadek Agus Sudiarawan
Dosen Fakultas Hukum Universitas Udayana
Komentar