Pola Asuh Anak dan Remaja di Era Digital, Begini Penjelasan TP PKK Bali Ny Putri Koster
- 09 Mei 2022
- Pendidikan
- Denpasar
Denpasar, PorosBali.com- Kecerdasan generasi dalam mengembangkan karakter dan kepribadian diri tidak akan pernah terlepas dari cara bagaimana memilih dan memilah informasi yang tepat untuk di cerna oleh kepala, selain menjadi tugas penting yang di sandang oleh orangtua dirumah. Jaman yang berkembang begitu cepat dan pesat seperti saat ini yang unggul dengan informasi teknologinya, mudah di akses oleh siapa saja dan dari manapun berada, semua usia sudah mengenal kecepatan informasi menyebar melalui kecanggihan teknologi saat ini.
Situasi ini tentu saja memberikan tantangan bagi orang tua untuk mempelajari cara mendidik anak di rumah agar tidak terjadi jurang pemisah yang nantinya seiring waktu berjalan membutuhkan jembatan penyambung antara orangtua dan anak. Sehingga pola asuh orangtua terutama seorang ibu menjadi peran yang harus diperhatikan. Hal ini disampaikan Ketua Tim Penggerak PKK Provinsi Bali Ny. Putri Suastini Koster saat mengisi Dialog Lintas Denpasar Siang, di Pro 1 RRI Denpasar, Senin (9/5).
Dengan mengangkat tema Pointer "Pola Asuh Anak dan Remaja di Era Digital (PAAREDI)”, Ny. Putri Koster yang didampingi oleh I Made Artana selaku Ketua STMIK Primakara yang juga didaulat sebagai narasumber mengatakan peran seorang ibu sekalipun menyandang sebagai wanita karier tidak boleh melepaskan fungsi dan peran domestiknya sebagai garda terdepan sekaligus benteng didalam rumah tangganya. “Kita mengenal sosok wanita terlebih seorang ibu yang memiliki tugas , peran dan tanggung jawab ganda. Selain mengurus keperluan anak-anak dan suami dari A-Z, seorang ibu juga memiliki tanggung jawab menanamkan pendidikan moral kepada anak-anaknya sejak dini, agar tumbuh menjadi anak-anak bangsa yang memiliki tata krama, sopan santun dan attitude yang berestetika dan beretika”, ungkap Ny. Putri Koster.
Pihaknya menambahkan bahwa Tim Penggerak PKK sebagai mesin penggerak diharapkan mampu menggerakkan kader PKK dan anggotanya untuk mengambil peluang usaha yang berpotensi dapat meningkatkan perekonomian keluarga. Dijaman digitalisasi ini, orangtua tidak boleh gagap teknologi agar anak-anak tidak terjerumus tanpa pantauan. “jangan biarkan anak-anak kita terpapar radiasi sejak dini. Karena cerdas itu memang penting namun jangan sampai kita membuat anak-anak mengalami gangguan mental akibat informasi palsu (fake) yang bertebaran di media sosial”, imbuh Ny. Putri Koster.
Selain itu, penting bagi kita semua untuk melakukan pendekatan dengan pura-putri kita melalui pengalaman yang pernah kita rasakan. “menegur jangan sampai menggurui karena anak-anak di jaman “alpha” memiliki kecerdasan, daya kritis dan hidup dalam tingkatan ekonomi yang berbeda jauh dengan kita orangtuanya”, imbuh Ny. Putri Koster yang dikenal aktif mendampingi kader PKK untuk berkreativitas.
Sementara Ketua STMIK I Made Artana menyampaikan secara basic orangtua dan anak-anak di jaman “alpha” memiliki perbedaan yang begitu sangat jauh. Apabila orangtua jaman dahulu hidup dan tumbuh dengan perekonomian yang masih rata-rata menengah ke bawah, sedangkan anak-anak jaman alpha ini terlahir dalam kondisi perekonomian yang orangtuanya sudah mulai mapan dan perkembangan informasi teknologi yang begitu pesat. Hal ini menyebabkan orangtua harus melek teknologi dan memiliki cara pendekatan kepada anak yang berbeda pula.
Mereka yang rentan banyak menyaring informasi lebih banyak dari dunia maya, berpotensi akan memiliki daya nalar dan daya pikir yang kritis, sehingga orangtua mau tidak mau wajib memperkaya informasi.
Orangtua menjadi contoh bagi anak-anaknya, sehingga setiap komitmen yang dibuat harus di barengi dengan konsistensi. “pendekatan dengan anak-anak yang kita lakukan dijaman digital ini bisa du upayakan dengan dilakukannya pembatasan waktu penggunaan gadget, bukan hanya berlaku bagi anak-anak namun juga berlaku bagi orangtua sebagai contohnya. Selain itu, perlu juga dilakukan pendampingan saat anak-anak sedang menggunakan gadget, karena penyebarluasan informasi di media sosial tidak sepenuhnya mampu mendidik dan membangun karakter anak dengan baik apalagi usianya yang juga belum sepenuhnya sesuai”, jelas Made Artana.
Informasi yang ada di media sosial juga tidak sepenuhnya menghibur, namun bisa saja akan memberikan tekanan terhadap karakter seseorang, dimana penyebaran informasi yang salah dan palsu mendominasi untuk menyakiti mental seseorang. Disamping itu dapat juga menimbulkan Fear Of Missing Out (FOMO) dimana akan muncul rasa takut yang berlebihan dan merasa tertinggal karena tidak mengikuti aktivitas tertentu, yakni sebuah perasaan cemas dan takut yang timbul di dalam diri seseorang akibat ketinggalan sesuatu yang baru seperti berita, tren dan hal lainnya. (Pbm1)
Komentar