Notaris Dalam Tantangan di Era Digital
- 24 Oktober 2021
- Pendidikan
- Denpasar
Denpasar, PorosBali.com- Notaris dalam menjalankan profesi kenotariatannya seringkali menghadapi berbagai masalah. Hal ini dibuktikan sering terjadi pengingkaran oleh para pihak dalam proses penyelesaian sebuah akta otentik. Baik, pengingkaran terhadap penandatanganan akta dibuat serta pengingkaran terhadap isi dalam perjanjian. Hal ini dapat menempatkan seorang notaris atau pejabat pembuat akta tanah (PPAT) terjerumus dalam sengketa hukum. Hal ini dikatakan Dosen Kenotariatan Universitas Warmadewa Dr I Made Pria Dharsana, SH, M.Hum usai acara Studium Generale (Kuliah Umum) "Peluang dan Tantangan Profesi Notaris pada Era Digital" yang menghadirkan Ketua Umum Pengurus Pusat Ikatan Notaris Indonesia (PP INI) Yualita Widyadhari SH MKn di di kampus Univ. Warmadewa, Denpasar, Sabtu (23/10/2021).
Lebih lanjut Pria Dharsana mengatakan Notaris adalah pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta autentik dan memiliki kewenangan lainnya sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris (UUJN) sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris atau berdasarkan undang-undang lainnya. Demikian pengertian notaris yang tercantum dalam Pasal 1 angka 1 UUJN.
"Jangankan lewat daring atau digitalisasi, yang langsung hadir saja para pihak dapat mengingkarinya juga. Misal, terkait tanda tangan, terkadang diingkari juga, yang oleh penandatangan bisa saja disebut bukan merupakan tandatangan miliknya. Karena, setiap tarikan tanda tangan tidak semuanya akan sama," jelas Pria Dharsana.
Menurut Pria Dharsana hal ini perlu diantisipasi di tengah perubahan zaman seperti sekarang ini. Permasalahan tersebut memang tidak dapat dijawab oleh dunia Notaris dikarenakan banyak pengingkaran maupun modus dilakukan oleh beberapa pihak.
"Semua pelaksanaan penandatanganan dengan perjanjian yang memiliki kekuatan hukum, hak maupun kewajiban para pihak harus didasarkan dengan asas itikad baik juga," katanya.
Untuk menghindari terjadinya kesalahpahaman dan konflik terkait hal itu, telah dilakukan dengan melakukan penyuluhan hukum selanjutnya memberikan penjelasan terhadap apa yang diinginkan para pihak.
Masalah yang dihadapi para notaris, imbuh Pria Dharsana dapat dikatakan hampir terjadi di seluruh Indonesia.
"Jika dilihat di lapangan, banyak dari teman-teman di notaris ikut terjerat terhadap persoalan-persoalan hukum di antara para pihak," ujar salah satu pendiri Perkumpulan Pemerhati Pertanahan dan Agraria Terpadu Indonesia (P3AT) ini.
Pri Dharsana juga mengatakan akta notaris dipakai sebagai sebuah media yang dapat dikatakan sangat rentan jika tidak dipenuhi dalam ketentuan prosedur pembuatan akta autentik.
"Ya, dapat dikatakan akhirnya notaris ikut menjadi korban. Intinya kita kembali ke rumusan Pasal 1870 KUHPerdata tentang akta autentik yang mempunyai pembuktian yang sempurna. Suatu akta autentik memiliki kekuatan mengikat dan sempurna yang menjadi kewenangan Notaris sebagai pejabat umum sesuai pasal 15 UUJN," pungkas Made Pria seraya berharap notaris tetap harus mengacu pada prinsip kehati-hatian dan tetap taat pada aturan yang berlaku dalam menjalankan tugas jabatannya untuk melayani masyarakat dalam hal kenotariatan.
Sementara Ketua Umum Pengurus Pusat Ikatan Notaris Indonesia (PP INI) Yualita Widyadhari mengatakan, notaris selalu mendukung kepentingan pemerintah dan masyarakat, mengingat perkembangan di era digital ini tidak bisa dihindari. Namun demikian, menurutnya ada beberapa hal yang tidak bisa dilaksanakan kalau mengacu pada pelaksanaan pembuatan akta elektronik ini, yakni penandatanganan di hadapan notaris.
"Apabila hal tersebut diberlakukan, maka harus ada beberapa ketentuan yang harus direvisi, dan harus ada perlindungan terhadap notaris dalam membuat akta elektronik tersebut," tegas Yualita.
(Pbm5)
Komentar