Bangkitkan Ekonomi saat Pandemi, Trisno Nugroho Ajak Milenial Berinovasi lewat Sistem Digitalisasi
- 18 Februari 2021
- Ekonomi & Bisnis
- Denpasar
Denpasar, PorosBali.com- Indonesia merupakan pasar besar dan sangat potensial untuk menyerap arus digitalisasi. Merujuk pada data riset “We Are Social (2020)”, penetrasi penggunaan smartphone, internet dan sosial media di Indonesia jauh lebih besar dibandingkan negara berpopulasi besar lainnya dengan jumlah generasi milenials yang cukup dominan. “Saat ini jumlah start up digital sudah sangat besar jumlahnya di Indonesia mencapai 2.196 start up dan 5 diantaranya adalah unicorn. Indonesia menurut riset Mckensi disebut sebagai the fastest growing country in digital economy,” ujar Kepala Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Bali, Trisno Nugroho, pada acara webinar yang mengusung tema “Inovasi & Digitalisasi: Solusi Kebangkitan Ekonomi”, Kamis (18/2).
Lanjutnya, di tengah pandemi ini, seluruh lapisan masyarakat terutama generasi milenial harus mampu beradaptasi dengan tatanan hidup baru serta mampu menciptakan inovasi-inovasi khususnya yang berbasis digital guna mendorong roda perekonomian agar dapat bangkit kembali.
Pada acara yang juga dihadiri rektor Undiknas University Nyoman Sri Subawa ini, Trisno menyatakan, covid-19 menyebabkan perekonomian nasional mengalami kontraksi yang dalam. Pertumbuhan ekonomi nasional pada keseluruhan tahun 2020 tercatat terkontraksi -2,07% (yoy). “Bali sebagai penyumbang devisa pariwisata nasional terbesar menjadi provinsi yang paling terdampak dengan angka pertumbuhan ekonomi pada tahun 2020 sebesar -9,31% (yoy),” ujarnya.
Pada triwulan IV tahun 2020, katanya, mulai terjadi tren pemulihan pertumbuhan ekonomi baik nasional dan Bali yang membaik masing-masing 30% (qtq) dan 0,94% (qtq). Selain merupakan hasil dari upaya penanganan covid-19 yang dilakukan berbagai pihak, hal ini merupakan bukti bahwa masyarakat kini mulai mampu beradaptasi dengan kebiasaan perilaku baru yang sesuai dengan kondisi saat ini.
“Kita semua tentu sepakat bahwa pembatasan mobilitas manusia di tengah pandemi covid-19 mendorong pergeseran perilaku menjadi serba digital, dengan peralihan kegiatan yang dulunya mayoritas offline menjadi online. Pada saat ini seluruh generasi terutama generasi milenial telah menjadi semakin akrab dengan digitalisasi. Sebut saja berbagai e-commerce lokal hingga mancanegara, aplikasi sosial media, aplikasi jasa pembayaran, aplikasi ticketing, aplikasi hiburan, aplikasi logistik, investasi, hingga aplikasi virtual meeting seperti webinar yang sedang kita lakukan sudah sangat melekat di kehidupan sehari-hari kita semua,” ujarnya.
Pergeseran perilaku menjadi serba digital yang dibarengi dengan potensi digitalisasi yang tinggi, ungkapnya, memunculkan berbagai inovasi layanan digital di berbagai sektor ekonomi. Contohnya, “banking from home” is the new banking model, semua pihak mengakses layanan perbankan secara nirsentuh dari mana saja dan kapan saja. Muncul taxi delivery grocery, fuel on delivery, contactless services, resto at home hingga supermarket booking spot. Semua inovasi digital ini memerlukan dukungan sistem pembayaran melalui penguatan digital payment from offline to online payment yang berbasis nir sentuh yang sesuai dengan rekomendasi WHO seperti QRIS (QR Code Indonesian Standard).
Salah satu kebijakan Bank Indonesia yang mendukung akselerasi sistem pembayaran nontunai berbasis digital, ujar Trisno Nugroho, adalah QRIS (Quick Response Code Indonesian Standard) dengan prinsip CeMuMuAH (cepat, mudah, murah, aman dan handal). “QRIS bukanlah aplikasi, melainkan kebijakan standarisasi QR Code Pembayaran sehingga satu QR dapat dibaca oleh semua aplikasi. Implementasi QRIS terakselerasi sangat cepat sejalan dengan inovasi model-model bisnis yang bergeser dari offline to online. Selain itu, QRIS juga semakin memudahkan masyarakat baik merchant maupun buyer karena cukup memiliki satu aplikasi dengan cukup satu sumber dana pembayaran.” katanya.
Sebagai cara bayar nirsentuh, ungkapnya, QRIS telah mengalami akselerasi yang sangat cepat sejalan dengan inovasi digitalisasi yang bergeser mengikuti prinsip cleanliness, health, safety, and environmental (CHSE), karena tidak membutuhkan kontak fisik baik langsung maupun tidak langsung (tanpa tatap muka) dalam prosesnya. Dengan QRIS diharapkan dapat semakin meningkatkan efisiensi dan efektivitas dari proses bisnis yang ada sehingga akan berdampak pada percepatan kebangkitan geliat perekonomian Bali.
Per posisi 11 Februari 2021, tegasnya, jumlah merchant yang sudah menerapkan digitalisasi pembayaran berbasis QRIS di Provinsi Bali tercatat 187.043 merchant, atau meningkat 633% bila dibandingkan dengan tahun 2020. Ekspansi jumlah merchant tersebut mampu meningkatkan penggunaan transaksi digital berbasis QRIS di masyarakat dengan jumlah transaksi lebih dari 269 ribu kali transaksi dengan nominal mencapai Rp 22,72 miliar pada akhir Desember 2020, 70% berasal dari transaksi pada usaha mikro, kecil dan menengah. Adapun saat ini, wilayah Bali menjadi Provinsi ke-8 dengan jumlah merchant terbesar di Indonesia dan hal ini saya yakini akan terus meningkat terutama dalam tatanan hidup era baru saat ini.
Webinar yang digelar Undiknas University ini menampilan sejumlah narasumber yakni Luh Putu Mahyuni dari FEB Undiknas dan Agustina Semara, seorang praktisi dari DANA. Acara ini dimoderatori Dekan FEB Undiknas IB Raka Suardana. (Pbm6)
Komentar