Media Berita Online Bali Terkini, Kabar Terbaru Bali - Beritabali.com

Sudah Ditemukan!! Vaksin Covid-19 Sesuai Dengan Karakter Orang Indonesia

Direktur Lembaga Biologi Molekuler(LBM) Eijkman,Amin Soebandrio

Jakarta, Porosbali.com-  Direktur Lembaga Biologi Molekuler (LBM) Eijkman Kementerian Ristek/BRIN, Amin Soebandrio mengungkapkan lembaganya sedang mengembangkan vaksin Virus Corona (Covid-19) yang sesuai dengan karakter masyarakat di Indonesia.

Temuan ini penting sebab, vaksin impor dari luar negeri belum cocok atau sesuai dengan karakter tubuh masyarakat di Indonesia. Selain itu, vaksin impor dipastikan akan lebih mahal bila dibandingkan dengan vaksin hasil produksi dalam negeri.

Penegasan disampaikan Amin Soebandrio dalam rapat dengar pendapat dengan Komisi VII DPR RI di Gedung Nusantara I, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Jumat (26/6/2020).

Rapat juga dihadiri Sekertaris Menteri/Sekertaris Utama BRIN, Deputi Penguatan Inovasi Kementerian Ristek/BRIN.

Agenda yang dibahas yaitu Penjelasan Penyesuaian Alokasi Anggaran Kementerian Ristek/BRIN Tahun 2020
2, serta Pembahasan RKA K/L dan RKP K/L Kementerian Ristek/BRIN Tahun 2021.

“Sekarang ada kemajuan, kami sudah laporkan. Jadi dari salah satu virus yang kita isolasi dari Indonesia, gen-nya bisa kita pancing sehingga bisa kita dapatkan. Dan Alhamdulillah dari sekuen yang kami peroleh itu menunjukkan bahwa bagian dari virus yang berdekatan dengan manusia itu tidak berubah,” ucap Amin Soebandrio.

Dengan vaksin yang dikembangkan dari vaksin yang berasal dari orang Indonesia sendiri, diharapkan akan cocok dan sesuai dengan karakter orang Indonesia.

“Karena vaksin yang kami kembangkan ini adalah Vaksin Merah Putih. Jadi dikembangkan oleh Indonesia sendiri, untuk Indonesia sendiri. Dikembangkan dari virus yang ada di Indonesia juga,” ucap Amin Soebandrio.

Sejauh ini menurut dia, LBM Eijkman berhasil memetakan sekuens RNA penyusun genom virus SARS-CoV-2 atau penyakit COVID-19.

“Kami melakukan sekuen virus-virus yang ada di Indonesia. Sampai saat ini baru 10 yang berhasil, tapi teman-teman masih mencoba mendapatkan sekitar 100-an sekuen. Karena penting mempelajari sekuen virus yang ada di Indonesia itu seperti apa. Sehingga yang dihasilkan oleh kita itu betul-betul vaksin yang sesuai dengan orang Indonesia,” imbuhnya.

Dia mengaku tantangan lembaganya saat ini justru datang dari para peneliti lain yang tersebar di Indonesia sendiri, karena banyak sekali vaksin dari luar negeri yang ingin di uji coba di Indoesia.

“Kenapa? Karena Indonesia sangat seksi dan menjadi lahan clinical trial. Nah, padahal belum tentu vaksin yang dikembangkan negara lain bisa dipakai di Indonesia. Ada perbedaan karakteristik orang Indonesia dengan masyarakat di luar negeri,” tegasnya.

Menjawab pertanyaan dari anggota Komisi VII DPR tentang optimisme LBM Eijkman bisa berhasil memperoleh vaksin hingga Maret Tahun 2021 mendatang, Amin Soebandrio tidak menjawab pasti.

Sebab katanya, vaksin-vaksin yang diperoleh dari laboratorium clinic lembaganya, masih harus melalui serangkaian uji coba lagi. Misalnya koordinasi dengan Bio Farma untuk uji clinic nya sebelum vaksin yangditemukan itu akan diproduksi massal.

“Kami baru uji coba ke Bio Farma. Nanti Bio farma yang akan menyiapkan untuk di uji clinic. Kalau disuntikan ke hewan bisa dilakukan di Eijman misalnya. Tapi kalau disuntikkan ke manusia, harus difasilitasi dengan keamanan yang tinggi karena untuk manusia. Fasilitas itu hanya dimiliki oleh Bio Farma, kami tidak boleh melakukan hal itu. Jadi vaksin hasil uji clinic dari kami, harus kita serahkan ke Bio Farma,” terangnya.

Dalam rapat yang berkembang, sejumlah anggota Komisi VII DPR mempersoalkan Anggaran Penelitian untuk LBM Eijkman yang hanya dialokasikan sebesar Rp 5 miliar.

“Perkiraan kami memang untuk labotarorium skill antara 5-10 miiliar. Awalnya memang usulkan ke Kementerian Ristek sekitar Rp 5,3 miliar untuk inisasi dengan harapan nanti Bio Farma yang akan tangani ke tika kita dari laboratoium skillmenjadi industrial skill,” sebut Amin Soebandrio.

Sementara itu, Wakil Ketua Komisi VII DPR RI Ramson Siagian mempertanyakan minimnya anggaran penelitian, bahkan untuk LBM Eijkman yang memiliki nama besar di luar negeri anggarannya hanya Rp 5 miliar.(Pbm3)


TAGS :

Komentar