Pemerintah Diminta Hati-hati, Kasus Penerapan New Normal di Korsel Bisa Jadi Pelajaran
- 31 Mei 2020
- Info & Peristiwa
- Nasional
Jakarta, Porosbali.com- Pemerintah diminta mengkaji lebih dalam sejumlah kasus di negara lain yang kembali melakukan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) pasca penerapan new normal atau tatanan kehidupan baru di tengah pandemi Virus Corona atau Covid-19 seperti yang dilakukan pemerintah Korea Selatan.
“Jangan terburu-buru menggelar new normal, belajar dari Korsel, baru dua pekan mereka bikin new normal, sekarang sudah naik lagi angka covidnya. Akibatnya sekarang Korsel akan melakukan pembatasan kembali,” ucap anggota DPR RI Aboebakar Alhabsyi di Jakarta, Minggu (31/5/2020).
Untuk diketahui Pemerintah Korea Selatan menutup kembali lebih dari 500 sekolah mulai Jumat (29/5/2020) setelah laporan kasus baru virus corona kembali muncul.
Penutupan kembali sekolah dilakukan setelah sempat dibuka saat kurva infeksi corona mengalami penurunan.
Selain sekolah, Pemerintah Korsel juga menutup taman, galeri seni, museum, dan teater di Seoul dan daerah sekitarnya selama dua pekan ke depan.
Aboebakar mengatakan hal lain yang perlu juga menjadi pertimbangan dari sikap kehati-hatian penerapan new normal adalah adanya kasus peningkatan orang dalam pemantauan (ODP maupun kasus pasien dalam pengawasan (PDP)) Covid-19 seperti yang terjadi di Surabaya. Di Ibukota Provinsi Jawa Timur itu recovery rate penyebaran Covid-19 masih sangat rendah.
“Akibatnya, kini RSUD dr Soetomo Surabaya yang menjadi salah satu RS rujukan mengalami kelebihan kapasitas pasien COVID-19. Tentunya kita khawatir apa yang disampaikan Ketua Gugus Kuratif Penanganan COVID-19 Jatim bahwa Surabaya bisa jadi Wuhan akan menjadi kenyataan,” imbuhnya.
Begitu juga apabila kegiatan sekolah dibuka karena mengikuti new normal. Politisi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) ini sangsi apakah memang siap untuk menerapkan new normal.
Apalagi, sebut Aboebakar KPAI mencatat ada 831 anak terinfekai Covid-19, yang tentunya akan menjadi ancaman baru.
Sebab tidak mudah menerapkan protokol kesehatan di sekolah, apalagi adanya keterbatasan APD sejenis masker, demikian pula keterbatasan luas ruang kelas untuk menerapkan physical distancing.
“Terus terang masyarakat banyak yang mempertanyakan, apa sebenarnya yang dicari dengan gencarnya kampanye new normal. Apakah ini lantaran desakan pengusaha pada sektor industri besar? Ataukah ada sebab lainnya ?. Tentunya kita harus mengutamakan keselamatan rakyat, ingat Salus Populi Suprema Lex Esto, keselamatan rakyat merupakan hukum tertinggi,” ujar anggota Komisi III DPR RI ini.(Pbm3)
Komentar