Media Berita Online Bali Terkini, Kabar Terbaru Bali - Beritabali.com

BI Provinsi Bali Gelar Diseminasi Kajian Ekonomi dan Keuangan Tahun 2025

Kepala BI Provinsi Bali Erwin Soeriadimadja bersama undangan lainnya dalam Diseminasi Kajian Ekonomi dan Keuangan Bali Tahun 2025, Selasa (14/1/2025). (foto/ist)

Denpasar, PorosBali.com- Bank Indonesia (BI) Provinsi Bali, Selasa (14/1/2025) menggelar Diseminasi Kajian Ekonomi dan Keuangan Daerah Provinsi Bali Tahun 2025. Kegiatan ini mengangkat tema “Penguatan Konsumsi dan Akselerasi Investasi Berkualitas untuk Mendorong Pertumbuhan Ekonomi Inklusif dan Berkelanjutan”.

Hadir pada acara tersebut Kepala BI Provinsi Bali Erwin Soeriadimadja, Deputi Kepala BI Provinsi Bali Diah Utari, perwakilan dan OJK Bali, Kepala BPK Perwakilan Bali I Gusti Ngurah Satria Perwira, Sekda Provinsi Bali yang diwakili Kepala Bappeda Wiastana Ika Putra, Ketua Komisi II DPRD Bali Agung Bagus Pratiksa Linggih utusan pemkab dan pemkot se-Bali. Hadir juga pimpinan perbankan baik bank umum dan BPR, serta perwakilan MDA Bali, serta sejumlah narasumber.

Dalam welcoming speech-nya, Kepala BI Provinsi Bali Erwin Soeriadimadja menyatakan, kegiatan ini untuk mendeseminasi sejumlah kebijakan. Kegiatan ini juga berisi diskusi mengenai iklim dan daya saing investasi Bali. “Kami berharap kegiatan ini bisa menghasilkan usulan-usulan langkah kebijakan ke depan untuk mendorong investasi dan konsumsi,” tegasnya.

Erwin mengungkapkan, pada 2024 (terutama di triwulan III 2024) pertumbuhan ekonomi berada di angka 5,43 persen. Dia pun yakin di triwulan IV 2024 akan semakin baik. “Kami prediksi pertumbuhan ekonomi Bali 2024 ada di angka 5,1 sampai 5,8 persen dan dipastikan lebih tinggi dari pertumbuhan ekonomi nasional,” ujarnya.

Untuk tujuan ini, Erwin menyatakan sangat membutuhkan peran semua pihak. Pertumbuhan ekonomi saat ini 44 persen didukung sektor pariwisata. Untuk bisa makin kuat, ujarnya, diperlukan fondasi yang berdaya tahan inklusif dan berkelanjutan.

Dia menegaskan, perlu strategi pendekatan terhadap lapangan pekerjaan yang makin kuat. Kebijakan juga masuk ke sektor-sektor potensial yang bagus dikembangkan seperti pertanian, infrastruktur dan pengembangan ekonomi kreatif. Untuk ini tentu saja memerlukan investasi, pembiayaan dan regulasi. “Saat ini 92 persen investasi berada di sektor tersier yakni jasa. Investasi di sektor primer dan sekunder masih sangat terbatas,” katanya.

Di bagian lain, Kepala Bappeda Bali Wiastana Ika Putra memaparkan, pertumbuhan ekonomi inklusif dan berkelanjutan harus tumbuh kuat dan tinggi serta dinikmati seluruh masyarakat. “Untuk Bali, sudahkan inklusif dan merata,” ujarnya bernada tanya.

Baca Juga: Inflasi Bali 2024 Terkendali dan Berada Dalam Target Sasaran

Pertumbuhan ekonomi harus berdampak langsung pada angka kemiskinan, pengangguran, indeks pembangunan manusia (IPM) dan gini rasio. Namun yang terjadi saat ini, pertumbuhan ekonomi tinggi kemiskinan ekstrem di Bali justru meningkat dari tahun 2023 yang tercatat hanya 0,19 persen.

Selain itu, Wiastana juga mencatat ada gap atau disparitras antarwilayah di Bali. Investasi mayoritas masuk ke Bali Selatan dalam hal ini Denpasar, Badung, Gianyar dan Tabanan (Sarbagita). Sementara di wilayah Bali lainnya sangat minim sehingga terjadi gap atau disparitas dalam hal investasi,” ujarnya.

Jumlah APBD di seluruh Bali baik Provinsi Bali dan 9 kabupaten/kota hanya Rp 30 triliun. Di antaranya Rp 13 triliun berasal dari pendapatan asli daerah (PAD), sementara sisanya sekitar Rp 17 triliun berasal dari dana transfer.

Ditanya mengenai hal kontradiktif yakni pertumbuhan tinggi tetapi kemiskinan ekstrem justru bertambah, Wiastana menyatakan sudah berkomunikasi ke pusat untuk mendapatkan data akurat mengenai kemiskinan ekstrem di Bali. “Masalah kita yang urgen ini adalah data. Kadang data tidak sinkron, dikatakan kemiskinan kita rendah, setelah dicek ternyata banyak. Sebaliknya dikatakan banyak ternyata dicek tidak ada,” ujarnya.

Karena data dari BPS, ujarnya, itulah yang digunakan sebagai potretnya. Untuk itu, kita harus mencari data BPS itu dan terjemahkan dengan DTKS. Kita cek silang dan di sini sering terjadi kekeliruan. “Ada yang sudah tak miskin tapi masih mendapatkan bantuan. Pemerintah pun mengakui masih ada mis di situ baik dalam hal pengumpulan data maupun distribusi bantuannya,” ujarnya. (pbm6)


TAGS :

Komentar